GRESIK (RadarJatim.id) – Rendahnya skor Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik mengundang keprihatinan sebagian masyarakat atau publik di Gresik, Jawa Timur. Karena itu, saatnya Pemkab Gresik melakukan perubahan fundamental terhadap etos kerja jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan keteladanan para petinggi Pemkab yang bersih dari anasir koruptif.
“Buktikan slogan yang selalu digembar-gemborkan saat kampanye sejak periode pertama kepemimpinan bupati, yakni Gresik Baru, lalu menjadi Gresik Baru Lebih Maju pada kepemimpinan saat ini. Jangan cuma jargon yang nyaring di lisan, tapi justru sarat potensi manipulatif dan koruptif dalam implementasi,” ujar sosiolog dan pemerhati kebijakan publik, Hamim Farhan, saat dihubungi pada Selasa (6/5/2025).
Pernyataan keras itu disampaikan menyusul hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menunjukkan, Pemerintah Kabupaten Gresik meraih nilai “hanya” 59,78. Capain ini jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 71,53 dan rata-rata Provinsi Jawa Timur yang tercatat 72,36 yang sekaligus menempatkan Gresik pada peringkat bawah di antara kabupaten/kota di Jawa Timur.
Skor tersebut melorot tajam dibandingkan indeks integritas Kabupaten Gresik tahun 2023 yang tercatat sebesar 74,87 dan tahun 2022 sebesar 70,48. Dengan posisi tersebut, Kabupaten Gresik masuk dalam kategori rentan terhadap potensi praktik penyimpangan tata kelola dan perilaku koruptif. Di tingkat regional Jawa Timur, capaian Pemkab Gresik juga masih jauh tertinggal dari Kabupaten Bondowoso yang meraih 66,01, Kota Mojokerto 77,29, juga Kabupaten Sumenep 77,58 yang berada pada level integritas yang relatif tinggi.
Dalam pandangan Hamim, hasil survei yang menempatkan Gresik di titik rendah, bukan semata-mata problem entitas tunggal, tetapi ada keterkaitan kinerja OPD dengan keteladanan kepemimpinan yang selayaknya secepatnya dievaluasi. Karena itu, lanjut Hamim, sudah waktunya kinerja atau etos kerja di OPD perlu dilakukan perubahan fundamental dan tuntas.
“Sesuai slogan Gresik Baru, jangan sampai tidak ada yang baru, khususnya terhadap etos kerja ini. Perlu ada perubahan etos kerja dari yang biasa-biasa saja menjadi luar biasa, dalam arti profesional proporsional yang didadasarkan pada kompetensi kualitas sumber daya manusianya, siapa pun dia,” tegasnya.
Ia menambahkan, evaluasi menyeluruh dan objektif juga perlu dilakukan yang berangkat dari kondisi dan problematika riil masyarakat Gresik. Dengan demikian, grand program yang dicanangkan dan dilakukan Pemkab Gresik dalam memberikan layanan juga berdasar kondisi riil di masyarakat.
“Jangan hanya jadi proyek mercusuar. Lakukan secara proporsional dan terukur, sehingga ada perubahan yang signifikan dan strategis dan manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat,” tambahnya.
Selanjutnya, ujar Hamim, terkait dengan etos kerja dan kinerja OPD, sudah waktunya mengubah orientasi dari ritunitas yang cenderung copy paste, menuju orientasi out put dan out come yang bisa dirasakan secara langsung oleh masyarfakat. Tidak kalah pentingnya, sambung Hamim, lakukan pengawasan dan evaluasi total secara periodik dan berkelanjutan.
“Jangan hanya pada awal, misalnya saat peletakan batu pertama saja, lalu selanjutnya dibiarkan mangkrak, tapi dikawal sampai tuntas setiap program yang dilakukan. Besarnya dana yang dialokasikan, bagaimana benar-benar memberikan manfaat nyata kepada masyarakat. Karena itu, mesti ada skala prioritas yang perlu dilakukan pimpinan Pemkab,” ujar Hamim.
Dalam pandangan Hamim, dukungan politik secara penuh dari partai-partai peserta pemilu yang direpresentasikan lewat anggota DPRD mestinya menjadi modal kuat bagi Pemkab Gresik untuk menghasilkan kinerja yang maksimal dan bersih dari peluang manipulatif dan koruptif. Apalagi, tegasnya, duet Bupati Fandi Akhmad Yani dan Wakil Bupati Asluchul Alif sama-sama memiliki pengalaman baik di eksekutif maupun legislatif.
“Kalau pada akhirnya kuatnya dukungan politik itu tidak mampu menghasilkan tata kelola pemerintahan yang bagus, kuat, dan bersih dari anasir koruptif, ya kebacut dan muspro,” tandasnya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Informasi Dari Rakyat (IDR), Choirul Anam, mengaku tak terkejut dengan hasil SPI yang dirilis KPK tersebut yang menempatkan Pemkab Gresik pada posisi rendah. Tanpa bermaksud menafikan kinerja bagus yang dihasilkan Pemkab Gresik selama ini, Cak Anam, sapaan akrab Choirul Anam, menilai, perlu adanya perombakan total dalam pola dan orientasi kepemimpinan di jajaran pemerintahan di Kota Santri ini.
“Ingat, ungkapan klise namun bisa jadi cambuk jika ingin melakukan pembenahan yang maksimal. Bahwa ikan itu busuk justru dari kepalanya, bukan dari ekornya. Karena itu, kalau ada kesalahan atau hasil yang tidak becus, jangan salahkan anak buah, karena mereka hanya pelaksana, tapi salahkan pemimpinnya,” tegas Cak Anam.
Sementara Wakil Bupati Gresik yang juga Plt. Bupati Gresik, Asluchul Alif, saat dihubungi pada Selasa (6/5/2025) mengatakan, begitu mendapat “rapor merah” terkait SPI, Pemkab langsung bersurat ke KPK. Isinya, meminta informasi apa saja poin-poin yang membuat Gresik turun, sehingga bisa dijadikan bahan untuk melakukan perbaikan di tahun-tahun berikutnya.
Atas surat tersebut, lanjutnya, KPK lalu mengundang Pemkab Gresik pada tanggal 28 April 2025 untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap. Lalu, pada 2 Mei 2025 Pemkab mengumpulkan seluruh OPD untuk menyosialisasikan hasil penjelasan KPK tersebut. Tidak hanya itu, Pemkab Gresik juga menindaklanjutinya dengan turun ke setiap OPD dan langsung menemui pucuk pimpinan dan para stafnya untuk menyampaikan langkah-langkah dalam pencegahan korupsi.
Disinggung apa harapan dan target saat bertemu para kepala OPD, Alif mengemukakan, pihaknya berharap agar para pimpinan OPD dan seluruh jajarannya terus berbenah untuk meningkatkan kinerja dan mempu mencegah terjadinya peluang korupsi.
“Kami berharap mereka memahami semua hal tentang pencegahan korupsi, sehingga tidak terjadi korupsi,” pungkas Alif. (sto/sha)