Oleh TIMBUL SASONGKO
Kinerja pendidikan merupakan salah satu tolok ukur yang bisa dijadikan pedoman untuk mengategorikan suatu bangsa yang maju, berkembang, maupun tertinggal. Pendidikan memberikan pencerahan kepada setiap individu, baik dalam aspek intelektualitas, emosional, juga spiritualitas.
Proses pendidikan yang di antaranya berfungsi mengembangkan suatu potensi dalam diri para calon “sang pencerah”, salah satunya bisa ditempuh dengan pendidikan formal dan informal. Pendidikan yang mencerahkan adalah yang mampu memberikan anak didik hak belajar, bukan semata transfer of knowledge, tetapi disertai keteladanan guru yang disaksikan dan dialami langsung anak didik, baik di kelas maupun ruang publik.
Fakta di lapangan tentang keterampilan, siswa yang tadinya belum mampu menari Jawa Tradisional dan bermain musik, misalnya, berkat bimbingan gurunya menjadi mahir menari “Gambyong Pangkur” serta bermain alat musik modern, seperti keyboard. Kemampuan siswa tersebut dari pengamatan nyata penulis, setelah diaplikasikan dengan melakukan suatu karya atau penampilan pagelaran di lingkungan masyarakat ternyata berguna dan menghasilkan manfaat. Orientasi mendidik dan mengajar yang sejati dengan demikian dilakukan untuk mewujudkan kualitas generasi bangsa “Sang Pencerah” 2045.
Guru Profesional
Profesi guru merupakan satu hal yang sangat mulia. Bagaimana profesi guru mampu mewujudkan pendidikan yang mencerahkan, sehingga lahir Sang Pencerah yang berkualitas?Profesi guru dalam melahirkan “Sang Pencerah” sudah dilaksanakan pelaku pendidikan dan semua komponen pendidikan mampu menjadi panutan danpengemong.
Dengan kata lain, guru menjadi salah satu komponen teladan masyarakat. Teladan ini relevan dengan salah satu filosofi Jawa, di mana guru yang mereka artikan adalah orang yang “digugu dan ditiru”. Digugu berarti segala apa yang diucapkan mengandung nilai kebenaran yang secara eksplisit diinternalisasikan dalam kehidupan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun berbangsa dan bernegara.
Sedangkan ditiru mengandung makna implisit di mana tindak tanduk guru harus memeroleh nilai positif dari masyarakatnya. Pengembangan keprofesionalan guru menjadi hal yang ditunggu karena benar-benar menjadikan guru sebagai aktor profesional dalam keprofesiannya untuk melahirkan terus “Sang Pencerah Generasi Emas 2045”.
Pendidik merupakan tenaga profesional. Generasi tua menjadi optimistis apabila masa depan bangsa dibebankan pada yang muda. Sebab, tanggung jawab estafet terletak dalam tangan generasi muda, namun tetap dengan pengawasan dan arahan yang tua. Guru merupakan jembatan antara sekolah dan jendela dunia serta fasilitator dalam mengadakan hubungan antara masa muda dan dewasa. Guru harus memberikan komentar positif, memahami jiwa anak, yang diwujudkan dalam tingkah laku dan ucapan.
Biarkan anak memuaskan rasa ingin tahunya dan mengalir bersama perhatiannya. Caranya dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan eksplorasi lingkungan dan melakukan interaksi yang aktif dengan sesama, orang dewasa, dan lingkungannya. Proses pembelajaran harus memberikan kesempatan anak memilih kegiatan yang dimainkan, merangsang minat dan eksplorasi dengan beragam cara, penggunaan, serta objek. Rangsangan yang tepat pada masa sekolah sangat dibutuhkan untuk mencapai kematangan emosional, karena akan memengaruhi keberhasilan masa selanjutnya.
Faktanya adalah, lagu Kupu Kuwi, Turi-Turi Putih, dan Gugur Gunung selain bermanfaat secara materi juga berdampak positif bagi perkembangan siswa menjadi berbudi pekerti bagus dan bertutur kata halus. Dunia anak adalah dunia bermain. Bermain pada anak dapat dikatakan bekerja pada orang dewasa.
Pendidikan dalam melahirkan “Sang Pencerah” harus berlandaskan tiga kecerdasan, yaitu akal, emosional, dan spiritual. Pendidik hadir sebagai agen perubahan dan rekonsiliasi yang kreatif mempraktikkan hidup damai dalam kebhinekaan di masyarakat. Pembelajaran di sekolah yang mencerahkan menjadi wahana penemuan jati diri, identifikasi diri dan pemecahan masalah yang dihadapi siswa, baik materi pembelajaran maupun kehidupan pribadinya.
Prasyarat utama menjadi “Sang Pencerah” berkompeten dibutuhkan latihan, keuletan, pantang menyerah, dan tekun. Faktanya, siswa yang semula tidak bisa membaca, menulis, menyanyi, dan berhitung, melalui pendidikan dengan kerja keras, ulet, serta disiplin bisa lahir generasi berkualitas.
Mengapa mesti belajar sampai terkadang yang sulit bikin pusing juga dipelajari? Melahirkan calon “Sang Pencerah”, tanpa adanya aktivitas belajar dan berlatih secara berkesinambungan, tidak akan mencapai tujuan maksimal. Belajar tidak terlepas dari minat dan motivasi diri, jangan mudah menyerah dalam mencapai tujuan pendidikan yang mencerahkan.
Akhirnya, berbagai tujuan pendidikan memanusiakan manusia hingga melahirkan “Sang Pencerah” 2045 yang berkualitas harus diupayakan. Mari laksanakan pendidikan memanusia dan mencerahkan untuk mewujudkan masa depan “Generasi Emas 2045”. (*)
*) Penulis adalah guru di SDN 6 Punung, Pacitan.







