Oleh: Sukemi
Tahun ajaran baru sekolah di Jerman dilaksanakan hampir serempak pada pekan ketiga Agustus 2024. Saya kebetulan berkunjung ke Jerman, tepatnya ke Leverkusen, juga dalam rangka mengantar cucu masuk sekolah formal pertama kali (masuk sekolah dasar). Awalnya saya hanya memenuhi keinginan cucu untuk bisa diantar ke sekolah. Tapi saya juga mendengar jika di Jerman, ada tradisi menarik untuk mengawali anak masuk sekolah, keluarga inti, kakek-nenek, ayah-bunda dan adik-kakak, pasti mengantar dengan perasaan senang gembira. Berikut catatan saya dari negeri penuh inovasi ini.
Begitu pentingnya mengantar anak masuk sekolah di hari pertama di Jerman, maka banyak orang tua, wali murid, serta kakek-nenek yang mengambil cuti bekerja atau izin tidak masuk kantor hari itu.
Ternyata benar cerita yang saya dengar tentang tradisi di Jerman, di awal masuk sekolah. Saya telah menyaksikannya betapa hebohnya suasana sekolah pertama itu. Ayah-bunda, kakek-nenek, dan adik-kakak ikut mengantarkannya. Satu lagi yang tidak lepas dari pandangan saya pagi itu adalah, para orang tua yang membawa benda berbentuk kukusan (kerucut) berhias, dibopong baik oleh pengantar maupun si anak. Benda ini disebut sebagai Schultüte.
Schultüte atau “kerucut sekolah” adalah sebuah tradisi Jerman yang sudah ada sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Awalnya, schultüte muncul sebagai simbol untuk merayakan hari pertama masuk sekolah bagi anak-anak yang baru memulai pendidikan dasar (masuk jenjang SD). Meskipun sekarang schultüte sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya Jerman, asal-usulnya berakar pada awal abad ke-19.
Konon tradisi schultüte pertama kali tercatat di wilayah Jerman Timur, khususnya di daerah Sachsen dan Thüringen, sekitar tahun 1810. Pada waktu itu, orang tua atau wali anak-anak akan membawa kerucut besar berisi hadiah kecil dan permen ke sekolah, bukan diberikan langsung di rumah. Menurut legenda, di beberapa kota seperti Jena, Leipzig, dan Dresden, ada tradisi bahwa guru-guru di sekolah akan menggantungkan schultüte di pohon, dan anak-anak yang baru masuk sekolah akan mengambilnya sebagai tanda bahwa mereka kini menjadi murid sekolah.
Dikisahkan bahwa para orang tua memberi tahu anak-anak mereka, “Di sekolah, ada pohon besar yang penuh dengan schultüte, dan ketika saatnya tiba, kalian akan menerima satu sebagai tanda kalian sudah besar.” Hal ini bertujuan untuk membuat anak-anak merasa lebih bersemangat untuk mulai sekolah.
Pada awalnya, tidak semua anak mendapatkan schultüte. Tradisi ini hanya populer di beberapa wilayah Jerman, terutama di wilayah perkotaan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, schultüte mulai menyebar ke seluruh negeri dan bahkan ke beberapa negara tetangga di Eropa.
Pada abad ke-19, schultüte dibuat secara sederhana dari kertas yang dilipat menjadi bentuk kerucut, seringkali dihias secara sederhana. Isinya terdiri dari permen atau buah-buahan manis, yang pada waktu itu dianggap sebagai barang mewah bagi anak-anak. Tradisi ini dirancang untuk memberikan kesan yang menyenangkan dan mengurangi rasa gugup anak-anak pada hari pertama sekolah.
Seiring berjalannya waktu, bentuk dan isi schultüte mengalami perubahan. Saat ini, schultüte biasanya dibuat dengan dekorasi yang lebih berwarna dan menarik, bahkan kadang-kadang dihiasi dengan karakter kartun atau tema-tema favorit anak-anak. Isinya pun lebih bervariasi, dari permen, alat tulis, buku cerita, hingga mainan kecil. Orang tua modern juga sering memasukkan barang-barang yang mendukung pendidikan, seperti pensil, buku gambar, atau bahkan bekal makan siang yang sehat.
Tradisi schultüte sekarang menjadi bagian penting dari perayaan hari pertama sekolah di Jerman. Ini bukan sekadar hadiah, tetapi sebuah simbol transisi yang positif bagi anak-anak yang memasuki dunia pendidikan formal. Hari pertama sekolah dianggap sebagai momen besar dalam hidup anak-anak, dan schultüte menjadi cara bagi keluarga untuk merayakannya dengan penuh kebahagiaan dan kebanggaan.
Selain di Jerman, tradisi ini juga menyebar ke negara-negara berbahasa Jerman lainnya seperti Austria dan sebagian Swiss. Bahkan konon di beberapa negara Eropa lainnya dan Amerika Serikat, tradisi ini diadaptasi oleh keluarga yang ingin memberikan pengalaman yang serupa untuk anak-anak mereka.
Selain memberikan hadiah fisik, schultüte memiliki makna yang lebih dalam. Tradisi ini dirancang untuk menghilangkan rasa takut anak-anak terhadap hal yang belum mereka kenal, yaitu dunia sekolah. Dengan memberikan schultüte, orang tua tidak hanya memberikan hadiah, tetapi juga dukungan emosional dan semangat untuk menjalani perjalanan baru di dunia pendidikan.
Secara keseluruhan, schultüte tidak hanya menjadi hadiah sederhana untuk anak-anak di Jerman, tetapi juga mencerminkan perhatian dan kasih sayang orang tua dalam mendukung pendidikan anak mereka. Tradisi ini terus bertahan dan berkembang, serta menjadi bagian dari kenangan berharga yang diingat seumur hidup oleh banyak anak-anak Jerman.
Tradisi pemberian schultüte biasanya menjadi bagian dari acara keluarga yang hangat. Orang tua, kakek-nenek, bahkan saudara-saudara ikut berkumpul untuk memberikan dukungan kepada si anak yang akan memasuki babak baru dalam hidupnya. Schultüte sering disiapkan dengan penuh cinta, dan isinya dipilih secara hati-hati agar sesuai dengan kesukaan si anak.
Biasanya, sebelum hari pertama sekolah, anak-anak tidak diperbolehkan membuka schultüte mereka. Hal ini untuk menambah rasa penasaran dan kegembiraan pada hari penting tersebut. Setelah hari pertama selesai, anak-anak akan membuka schultüte mereka dan merasa bangga karena telah memulai perjalanan sekolah mereka dengan langkah positif.
Pembagian schultute seringkali dilengkapi dengan pesta kecil yang melibatkan keluarga dan teman dekat di rumah. Tradisi ini menjadi momen istimewa bagi anak yang akan memasuki sekolah dasar dan biasanya dirayakan dengan penuh suka cita.
Beberapa elemen yang biasa terjadi saat pembagian schultüte di antaranya, perayaan di keluarga. Setelah anak menerima schultüte di sekolah atau saat pagi sebelum berangkat, banyak keluarga mengadakan pesta kecil di rumah. Pesta ini sering kali dihadiri oleh keluarga dekat seperti orang tua, kakek-nenek, saudara, dan teman-teman terdekat. Acara ini biasanya berlangsung dengan suasana hangat dan penuh perhatian pada anak yang sedang memulai perjalanan sekolahnya. Keluarga anak saya juga mengundang beberapa sahabatnya asal Indonesia untuk menggelar pesta kecil-kecilan. Untuk menghilangkan rasa rindu dengan tanah air, masakan Indonesia jadi menu utama.
Ada juga keluarga yang menyiapkan makanan ringan, kue, dan minuman sebagai bagian dari perayaan. Beberapa keluarga bahkan memesan kue khusus yang bertema sekolah, seperti kue berbentuk buku, pensil, atau bahkan schultüte itu sendiri.
Pembagian schultüte juga menjadi momen penting untuk diabadikan. Orang tua biasanya memotret anak-anak mereka saat memegang schultüte dengan penuh kebanggaan. Foto-foto ini sering menjadi bagian dari album keluarga yang nantinya akan dikenang sepanjang masa sebagai simbol hari pertama sekolah.
Setelah acara selesai, si anak biasanya akan membuka schultüte mereka, disaksikan oleh anggota keluarga. Ini menjadi momen penuh kegembiraan, karena mereka akhirnya dapat melihat apa saja yang ada di dalam kerucut tersebut—mulai dari permen, alat tulis, hingga hadiah-hadiah kecil yang dipilih dengan cermat oleh orang tua.
Acara ini juga menjadi kesempatan bagi keluarga dan teman-teman untuk memberikan dukungan dan ucapan selamat kepada anak yang memulai sekolah. Beberapa keluarga memberikan hadiah tambahan seperti buku atau peralatan belajar sebagai simbol dukungan dan motivasi bagi anak.
Meskipun tradisi ini berasal dari Jerman, banyak keluarga di negara lain yang mulai mengadopsi konsep pesta kecil ini untuk merayakan hari pertama sekolah anak mereka. Selain menyenangkan, perayaan seperti ini juga membuat anak merasa dihargai dan memberikan kenangan manis tentang langkah pertama mereka di dunia pendidikan.
Jadi, schultüte seringkali tidak berdiri sendiri, tetapi dilengkapi dengan pesta kecil yang penuh kebahagiaan, di mana anak-anak bisa merasa didukung dan diperhatikan saat memulai perjalanan sekolah dasar mereka.
Menurut saya, meski tradisi pemberian schultüte ini berasal dari Jerman, konsep schultüte bisa menjadi inspirasi yang menarik bagi orang tua di Indonesia. Momen masuk sekolah bisa dijadikan kesempatan untuk memberikan dukungan dan semangat kepada anak-anak. Orang tua dapat membuat versi lokal dari schultüte yang sesuai dengan budaya dan tradisi Indonesia. Schultüte bisa diisi dengan hal-hal yang mendorong kreativitas anak seperti buku cerita, alat seni, atau makanan sehat. (*)
*) Penulis adalah mantan wartawan Surabaya Post, kini bekerja di Unusa.