• Pasang Iklan
  • Redaksi
  • Contact
Rabu, 3 Desember 2025
No Result
View All Result
e-paper
Radar Jatim
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
No Result
View All Result
Radar Jatim
No Result
View All Result
Home Artikel dan Opini

Santri dan Politik: Jejak, Tantangan, dan Jalan Pulang ke Nilai Peradaban

by Radar Jatim
12 Juni 2025
in Artikel dan Opini
0
Santri dan Politik: Jejak, Tantangan, dan Jalan Pulang ke Nilai Peradaban

Ahmad Chuvav Ibriy

125
VIEWS

Oleh Ahmad Chuvav Ibriy

Kaum santri bukanlah entitas baru dalam jagat politik di Indonesia. Sejak era pergerakan nasional hingga reformasi, mereka telah memberikan kontribusi nyata dalam menggagas, memperjuangkan, dan merawat cita-cita kebangsaan.

Para ulama pesantren, melalui organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah — ormas terbesar di Negeri ini (tanpa mengabaikan yang lain, tentunya)– ikut membidani lahirnya bangsa ini dengan semangat kebangsaan dan kenegarawanan yang kokoh.

Namun, seiring berjalannya waktu, relasi santri dan politik mengalami dinamika. Dalam era demokrasi elektoral, santri bukan hanya sebagai pemilih, tapi juga menjadi aktor politik, di antaranya sebagai anggota dewan (DPR/DPRD), kepala daerah, bahkan menteri. Hal ini membuka peluang besar, tapi sekaligus menimbulkan sejumlah tantangan yang patut dikaji lebih dalam.

Pertama, potensi moral dan basis akar rumput yang dimiliki kaum santri seharusnya menjadi modal kuat untuk membangun politik yang etis dan berorientasi pada kemaslahatan publik (mashālih al-ummah). Jejaring pesantren, majelis taklim, dan komunitas keagamaan merupakan kekuatan riil yang bisa menjadi basis perubahan. Namun, potensi ini sering belum terkelola dengan baik dalam sistem politik modern yang sangat kompetitif dan pragmatis.

Kedua, fragmentasi internal santri. Perbedaan ormas, afiliasi politik, dan preferensi mahzab, membuat kekuatan politik santri sulit bersatu. Dalam Pemilu 2024, misalnya, para tokoh dan jaringan santri tersebar di semua poros calon presiden (capres). Ada yang mengusung dan mendukung pasangan Prabowo-Gibran, ada yang kuat di kubu Anies-Muhaimin, sebagian lain mendukung Ganjar-Mahfud. Bahkan, tidak sedikit pesantren besar yang diam-diam terbelah di antara para alumni dan jamaahnya.

Di tingkat lokal, juga kerap dijumpai dua tokoh alumni pesantren yang bersaing keras dalam satu daerah pemilihan (dapil) dalam pemilu legislatif atau pemilihan kepala daerah (Pilkada), lengkap dengan gesekan dan saling serang. Ini konsekuensi logis yang mengiringi perbedaan pilihan politik di antara mereka.

Ketiga, kesiapan dalam hal sumber daya dan jaringan. Politik praktis menuntut logistik, strategi komunikasi, serta kemampuan negosiasi lintas kepentingan. Dalam hal ini, sebagian politisi santri masih tertinggal. Mereka kerap mengandalkan popularitas lokal atau simbol religius, tapi kurang dalam merawat jaringan profesional yang berkelanjutan. Bahkan, dalam konteks pendanaan kampanye, banyak tokoh santri terjebak dalam ketergantungan pada bohir atau sponsor politik yang secara ideologis tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai pesantren.

Keempat, tantangan integritas dalam politik transaksional. Di tengah arus politik yang semakin pragmatis, identitas santri tak lagi otomatis menjadi jaminan keunggulan moral. Kini, banyak politisi berlatar pesantren yang cara berpolitiknya nyaris tak berbeda dengan yang lain: sama-sama terlibat politik uang (money politics), tarik ulur kekuasaan berdimensi transaksional, kompromi politik, bahkan transaksi jabatan, baik di eksekutif maupun legislatif. Tentu ini bukan generalisasi, tapi kenyataan ini cukup membayangi harapan publik.

Dulu, dikenal tokoh-tokoh santri yang bukan hanya kuat secara intelektual dan spiritual, tapi juga disegani secara politik—sebut saja Kiai Wahid Hasyim, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Abdurrahman Wahid, atau KH Subhan Z.E. yang mampu menjadi jembatan antara pesantren, rakyat, dan negara. Mereka bukan sekadar politisi, tapi negarawan yang membawa nilai. Maka, tantangannya kini adalah bagaimana regenerasi santri tidak sekadar masuk ke gelanggang politik, tapi mampu menghadirkan politik yang bermartabat.

Dalam momentum politik pasca-Pemilu 2024 ini, publik menunggu lahirnya kembali para politisi santri yang mampu menjadi juru bicara nilai, bukan sekadar pelobi kekuasaan. Generasi muda santri yang kini belajar di pesantren, kampus, hingga media sosial, perlu dibimbing bukan hanya menjadi pemilik identitas keagamaan, tetapi juga pejuang etika publik.

Politik bukan wilayah najis atau suci, tetapi medan jihad moral. Jika santri mampu masuk ke ruang-ruang kekuasaan tanpa kehilangan nilai, maka mereka bukan hanya menjadi bagian dari sistem, melainkan ruh yang menghidupkan sistem itu sendiri. {*}

*) Ahmad Chuvav Ibriy, Alumni Ponpes Lirboyo Kediri, Pengasuh Ponpes Al-Amin Mojowuku, Kedamean, Gresik, Jawa Timur, serta anggota Komisi Fatwa, Hukum, dan Pengkajian MUI Kabupaten Gresik.

CATATAN: Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.

Tags: artikelNilai PeradabanPolitikSantriTantangan

Related Posts

Beri Penghargaan Pendonor Darah, Bupati Yani  Sampaikan Tantangan dan Optimisme PMI Gresik

Beri Penghargaan Pendonor Darah, Bupati Yani Sampaikan Tantangan dan Optimisme PMI Gresik

by Radar Jatim
20 November 2025
0

GRESIK (RadarJatim.id) -- Bupati Gresik...

Di Tengah Kegaduhan Politik Aktivis FoR Gress Muncul Nyalakan Budaya Dialog

Di Tengah Kegaduhan Politik Aktivis FoR Gress Muncul Nyalakan Budaya Dialog

by Radar Jatim
25 Oktober 2025
0

SIDOARJO (RadarJatim.id) -- Kumpulan para...

Santri MA NU Sidoarjo Diharapkan Bisa Jadi Santri Yang Digital Literat

Santri MA NU Sidoarjo Diharapkan Bisa Jadi Santri Yang Digital Literat

by Radar Jatim
22 Oktober 2025
0

SIDOARJO (RadarJatim.id) -- Madrasah Aliyah...

Load More
Next Post
Muncul Surat Rekomendasi dan Pembatalan Rekomedasi Pengangkatan Perangkat Desa, LSM LIRA Sidoarjo Siap Kawal Kasus OTT Kades di Kecamatan Tulangan

Muncul Surat Rekomendasi dan Pembatalan Rekomedasi Pengangkatan Perangkat Desa, LSM LIRA Sidoarjo Siap Kawal Kasus OTT Kades di Kecamatan Tulangan

Radar Jatim Video Update

Berita Populer

  • Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Soft Launching KM Dharma Kencana V, Fasilitas Mewah Berkapasitas 1.400 Penumpang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ribuan Warga Doakan Keluarga Besar SMK Antartika 2 Sidoarjo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Analisis Semantik Puisi ‘Aku Ingin’ Karya Sapardi Djoko Damono

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sehari Pasca-Kunjungan Jokowi, KEK JIIPE Manyar Didemo Ratusan Massa Sekber Gresik, Protes Rendahnya Serapan Tenaga Kerja Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Radar Jatim adalah media online Jatim yang memberikan informasi peristiwa dan berita Jawa Timur dan Surabaya terkini dan terbaru.

Kategori

  • Artikel dan Opini
  • Ekonomi Bisnis
  • Ekosistem Lingkungan
  • Esai/Kolom
  • Feature
  • Finance
  • HAM
  • Hukum dan Kriminal
  • Infrastruktur
  • Kamtibmas
  • Kemenkumham
  • Kesehatan
  • Komunitas
  • Kuliner
  • Lain-lain
  • Layanan Publik
  • Lifestyle
  • Literasi
  • Nasional
  • Olah Raga
  • Ormas
  • Otomotif
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Pertanian
  • pinggiran
  • Politik
  • Religi
  • Sastra/Budaya
  • Sosial
  • Tekno
  • TNI
  • TNI-Polri
  • video
  • Wisata

Kami Juga Hadir Disini

© 2020 radarjatim.id
Susunan Redaksi ∣ Pedoman Media Siber ∣ Karir

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum dan Kriminal
  • Nasional
  • Lifestyle
  • Tekno
  • Ekonomi Bisnis
  • Artikel dan Opini

© 2020radarjatim.id

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In