SURABAYA (Radarjatim.id) – Advokat Hasran, S.H., M.Hum., CMC, sekaligus Kompol (Purn) yang pernah bertugas sebagai anggota Tim Cobra Polres Lumajang. Menanyakan perkara perampasan obyek fidusia yang ia tangani, kepada Satreskrim Polres Tulungagung. Pasalnya, dua kali dihentikan tahap penyelidikannya. Hal ini diduga, dilakukan oleh sekelompok pihak ketiga (debt collector) di Tulungagung.
Dua kali dihentikan tahap penyelidikannya, Hasran menilai alasan penghentian penyelidikan tidak objektif. Hal ini diduga, dilakukan oleh sekelompok pihak ketiga (debt collector) di Tulungagung. Selain itu, penyerahan mobil disebut dilakukan secara sukarela, padahal yang menyerahkan adalah sopir, bukan debitur atau pemilik sah kendaraan.
“Ini alasan yang tidak objektif dan tidak sesuai konstruksi hukum. Fakta materilnya adalah perampasan obyek fidusia di lapangan,” tegas Hasran.
Diketahui, perkara ini telah diajukan sebagai permohonan Gelar Perkara Khusus (GPK) ke Biro Wassidik Bareskrim Polri sejak 19 September 2025, namun hingga berita ini diterbitkan, pemohon belum menerima respons maupun pemberitahuan resmi terkait tindak lanjutnya.
Hasran mengingatkan, bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah berulang kali menegaskan larangan bagi pihak ketiga (mata elang/debt collector). Untuk mengambil paksa kendaraan debitur tanpa putusan pengadilan, karena tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
“Sebagai mantan anggota Tim Cobra yang pernah mengawal langsung kebijakan pimpinan dalam pemberantasan premanisme, saya paham betul bahwa Polri tidak pernah mentolerir praktik-praktik seperti ini,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa ketegasan Kapolri harus tercermin hingga level teknis penyidikan, agar tidak muncul kesan bahwa instruksi pimpinan justru diabaikan.
Hasran menyampaikan bahwa kliennya telah mengikhlaskan kerugian materiil akibat hilangnya kendaraan.“Yang diminta klien kami hanya satu: keadilan dan kepastian hukum. Tidak lebih,” tegasnya.
Menurutnya, ketidakjelasan tindak lanjut permohonan GPK justru berpotensi menghilangkan hak masyarakat terhadap proses hukum yang objektif dan akuntabel. (R9)






