SIDOARJO (RadarJatim.id) — Pemerintah terus aktif melakukan pencegahan terhadap kasus stuting yang di daerah-daerah agar tidak berkembang. Melalui program BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), yaitu kegiatan Sosialisasi KEI (Komunikasi Informasi dan Edukasi) Bangga Kencana Bersama Mitra Komisi IX DPR RI.
Kali ini memberikan edukasi tentang pencegahan stunting kepada para ibu-ibu dan para remaja warga Kecamatan Tulangan Sidoarjo. Dihadiri langsung oleh Anggota Komisi IX DPR RI Dr. Arzeti Bilbina, M.A.P yang didampingi Anggota Dewan Sidoarjo Dhamroni Chudlori.
Menghadirkan pemateri dari Perwakilan BKKBN Pusat Soetriningsih selaku Direktur KEI BKKBN Pusat, perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur Taufik Daryanto dan Kabid KB Sidoarjo Hery Djatmiko, pada (4/5/2024) padi di Kantor Kecamatan Tulangan Jl. Raya Kenongo No.9, Kenongo, Kec. Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 6127.
Dalam sambutan pembukaannya, Arzeti menjelaskan tentang penyebab turunnya angka stunting adalah belum adanya kesadaran ibu-ibu untuk melakukan inisiasi dini. Memberikan ASI eksklusif minimal 6 bulan tanpa ditambahkan makanan yang lain. Jadi selama 6 bulan, bayi harus murni diberi ASI saja.
“Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah mencegah dan menginformasikan agar tidak melakukan pernikahan dini. Makanya dalam prosesi pernikahan untuk langkah pertama yang harus disiapkan adalah mempersiapkan fisik, reproduksi dan kesehatannya. Khususnya bagi si perempuan,” jelasnya.

“Saya berharap, para Kader dapat menerapkan langkah pencegahan stunting dan selanjutnya mensosialisasikan pada masyarakat umum tentang ABCDE. “Yakni (A) Aktif minum Tablet Tambah Darah (TTD), (B) Bumil teratur periksa kehamilan minimal 6 kali, (C) Cukupi konsumsi protein hewani, (D) Datang ke Posyandu setiap bulan, (E) Eksklusif ASI 6 bulan,” harapnya.
Sementara itu, Soetriningsih selaku Direktur KEI BKKBN Pusat menjelaskan kalau pernikahan dini nantinya akan lebih menjadi beban ibu dan bayinya. Karena usia ibu saat hamil dapat menentukan kondisi janin yang akan dilahirkannya.
Ia terangkan kalau wanita yang hamil pada usia kurang dari 20 tahun memiliki peluang 2 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak dengan kondisi stunting. “Pertumbuhannya masih berlangsung dan masih membutuhkan nutrisi yang banyak sehingga terjadi persaingan/kompetisi nutrisi dengan bayi dalam kandungan,” jelasnya.
Jadi stunting juga sangat bisa dipengaruhi oleh kondisi kedua orang tuanya. Makanya, sebagai calon pasangan, kondisi saat remaja berpengaruh pada lahirnya bayi stunting. “Sehingga perlu mendapatkan penguatan pemahaman, kesadaran, dan perilaku yang positif. Memiliki status gizi dan kesehatan yang ideal yang dapat dilihat dari IMT dan LiLA serta kondisi anemia,” terangnya.(mad)