Oleh: Moh. Husen*
Dia tidak lemah dan putus asa, semangatnya tinggi mendatangi teman-temannya, dia optimis pascapemilu 14 Februari 2024 bakal duduk di kursi legislatif. Namun dia juga berserah diri kepada Allah. Yang mampu ia kerjakan, dikerjakan. Yang ia tak mampu mengerjakan, ia pasrahkan kepada Allah.
Saya menyebutnya caleg tawakkal. Kelihatannya sederhana, namun faktanya, tawakkal atau mewakilkan hal-hal yang kita tak mampu dipasrahkan kepada Allah–adalah tak semudah membalikkan telapak tangan. Sampai-sampai saya beli buku Berserahlah, Biarkan Allah Mengurus Hidupmu sebagai alat bantu agar hati ini mudah bertawakkal.
Ketika saya dan seorang teman ngopi di siang hari yang terik, teman kami si caleg tawakkal ini japri, tanya posisi, dan langsung on the way ke warkop langganan kami. Kami agak lama menunggu. Ternyata, dia datang juga. Keluar dari mobilnya dengan senyum dan rambutnya yang khas, salaman ke kami, dan pesan kopi.
Dia rasional dan tahu banyak apa yang semestinya dia kerjakan. Akan tetapi, lagi-lagi, dia punya keterbatasan tak bisa melakukan beberapa hal yang dilakukan oleh para caleg lainnya. Tapi, justru terhadap yang ia tak mampu itu, ia pasrahkan kepada Allah. Dia tidak memaksakan diri untuk merampok bank agar bisa beli suara.
“Yang aku nggak bisa, ya aku pasrah. Buat apa nyaleg tapi nggak happy,” katanya.
“Nyaleg kok susah,” imbuhnya.
Dia masih yakin ada orang-orang tulus setulus dirinya, yang datang silaturahim tidak harus nunggu ada keperluan, menyapa duluan teman-temannya meskipun mereka ekonominya masih kere. Pokoknya dia ini familiar, tidak gengsian, bersikap apa adanya, dan ini lagi: dia suka melawak.
Suatu hari Abu Nawas diundang pesta oleh raja. Raja ini ingin menguji kecerdasannya Abu Nawas yang telah lama terkenal. Dibisiki Abu Nawas: “Hai, Abu. Semua yang datang ini adalah anak buahku. Tapi selain dirimu, ada lagi satu tamu yang bukan anak buahku. Temukan dia wahai Abu Nawas.”
“Baik paduka,” jawab Abu Nawas, “tapi saya ada satu permintaan. Tolong paduka bercerita yang lucu-lucu kepada semua yang hadir di pesta paduka ini.”
Raja tersebut menyanggupi. Berceritalah raja. Abu Nawas tahu, raja tak bisa melawak, sehingga cerita lucu yang ia sampaikan tak bisa bikin lucu. Tapi, ajaibnya, semua tertawa terpingkal-pingkal, kecuali satu orang.
Lantas Abu Nawas berbisik kepada raja: “Orang yang tidak tertawa di pojok itu, tamu tuan. Sedangkan yang tertawa semua adalah anak buah tuan. Anak buah pasti oke dan tertawa meskipun cerita yang disampaikan tuan tadi tidaklah lucu.”
Sedangkan teman saya si caleg tawakkal itu, dia pandai melawak. Ya Allah, betapa hamba iri kepada orang-orang yang mampu bertawakkal kepada-Mu. Semoga, siapapun saja yang sedang berkompetisi di pemilu 2024 ini, hatinya bahagia, optimis, sukses, dan mampu tawakkal.
Banyuwangi, 24 Januari 2024
*) Catatan kultural jurnalis RadarJatim.id, Moh. Husen, tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur.