GRESIK (RadarJatim.id) — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gresik, Jawa Timur mengingatkan, penyelanggaraan Festial Pasar Bandeng yang tiap tahun digelar sepekan menjelang lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, hendaknya tidak sekadar numpang tradisi turun-temurun Sunan Giri, tetapi secara riil memberikan dampak positif bagi peningkatan perekonomian umat.
Peringatan itu disampaikan agar dalam praktiknya, Festival Pasar Bandeng tradisional ini tidak terjebak dalam rutinitas yang hanya bersifat serimonial. Lebih dari itu, dampaknya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, baik di kalangan petani atau petambak, pedagang, juga masyarakat konsumen.
“Bahwa ini kegiatan yang sudah turun-temurun berlangsung sejak zaman Sunan Giri, memang iya dan musti dilestarikan. Tetapi, jangan sekedar itu saja, tapi dampaknya harus dirasakan secara nyata oleh masyarakat luas, baik para petani tambak, pedagang, juga masyarakat secara umum,” ujar Ketua Umum MUI Gresik, KH Ainur Rofiq Thoyyib, di kantor MUI Gresik, Rabu (26/3/2025).
Seperti diketahui, tiap tahun menjelang berakhirnya bulan Suci Ramadan dan menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri, Pemerintah Kabupaten Gresik secara rutin dan konsisten selalu menggelar Festival Pasar Bandeng. Tradisi tahunan ini diselenggarakan selama sepekan, mulai malam 25 Ramadan hingga akhir bulan suci tersebut.
Festival ini digelar sebagai upaya pelestarian tradisi khas Gresik. Lokasinya membentang di badan Jalan Samanhudi (Pasar Gresik lama, Red) hingga Jalan Basuki Rahmad atau kini dikenal sebagai Bandar Grisse.
Secara historis, tradisi atau budaya pasar bandeng telah ada sejak awal penyebaran Islam di Gresik oleh salah satu Wali Songo, yakni Raden Paku (Sunan Giri). Pasar bandeng bermula dari kebutuhan para santri di Pondok Pesantren Giri Kedaton, yang kini masuk wilayah Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Tradisi ini berawal dari kebiasaan para santri Sunan Giri pada abad ke-15 yang selalu membawa oleh-oleh khas Gresik saat hendak pulang kampung untuk merayakan lebaran/Idul Fitri. Para santri itu berasal dari berbagai daerah, seperti beberapa kota di Jawa, Ambon, Makassar, Sumatra, Kalimantan, serta wilayah lainnya di Nusantara.

Atas akar sejarah kuat dan memiliki potensi ekonomi yang luar biasa ini, MUI menyampaikan apresiasinya kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik atas konsistensi penyelenggaraan Festival Pasar Bandeng. Tidak hanya itu, MUI Gresik juga mengingatkan agar pelaksanaan Festival Pasar Bandeng ini memberikan dampak positif kepada umat atau masyarakat.
“Jadi, sekali lagi jangan karena tradisi semata, tapi bagaimana membuat ekonomi umat ini bisa dibangkitkan. Apalagi secara umum perekonomian juga lagi ngedrop. Warisan budaya Sunan Giri ini harus terus kita lestarikan. Oleh karena itu, saya mengajak seluruh masyarakat Gresik untuk berbondong-bondong membeli ikan di Pasar Bandeng,” tandas Kiai Rofiq.
Lebih dari itu, ia menambahkan agar momentum Festival Pasar Badeng ini dimanfaatkan oleh Pemda untuk menjaga stabilitas harga salah satu produk unggulan Gresik ini. Pasalnya, selama ini harga ikan bandeng dan sejumlah jenis ikan lainnya di tingkat petani tambak, cenderung labil, sementara kebutuhan sarana produksi terus meningkat. Dampaknya, tak jarang pada musim panen yang mestinya mampu meningkatkan pendapatan petani tambak tapi justru merugi.
“Kalau ada standar harganya, meski ada kisarannya, petani atau petambak dan masyarakat konsumen sama-sama enak. Tidak terjadi harga yang naik-turun tak terkendali,” ujar Kiai Rofiq.
Sementara Ketua MUI Gresik yang membidangi Pemberdayaan Ekonomi Umat, Muslih Hasyim, menekankan pentingnya melestarikan tradisi Pasar Bandeng itu dibarengi dengan komitmen adanya peran konkret dalam menggerakkan perekonomian umat.
“Sunan Giri sudah banyak memberikan contoh bagaimana dakwah dengan memperhatikan perekonomian umat, salah satunya adalah Pasar Bandeng ini,” ujar Muslih.
Dikatakan, setidaknya ada tiga elemen masyarakat yang terimbas secara langsung oleh pelaksanaan tradisi Pasar Bandeng di Gresik. Ketiganya adalah para petani tambak, pedagang, dan masyarakat konsumen. Karena itu, ia berharap agar setiap penyelenggaraan Pasar bandeng perhatian untuk mengakomodasi tiga elemen itu terus dikuatkan.
“Stabilitas harga memang harus mendapat perhatian serius, sehingga tidak terjadi fluktuasi yang tak terkendali. Sementara di lapangan juga tak terjadi aji mumpung oleh pedagang. Mumpung momen Pasar Bandeng, harga dinaikkan seenaknya, sehingga membuat konsumen terbebani. Ya, perlu dirumuskan keseimbangan harga yang menguntungkan semua pihak, jangan hanya petani tambaknya, jangan hanya pedagangnya yang enak, tapi kepentingan konsumen juga harus diperhatikan,” jpungkas Muslih.
Sebelumnya, Kabid Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gresik, Ratna Heri Sulistyowati, mengatakan, bahwa Festival Pasar Bandeng tahun ini menyediakan sekitar 60 ton ikan bandeng dari berbagai daerah produsen di Gresik, terutama dari wilayah Ujung Pangkah dan Mengare, Bungah. Puncak acara akan dimeriahkan dengan Kontes Bandeng Kawak, yang dijadwalkan berlangsung pada 26 Maret 2025, pukul 19.00 WIB. (cak/har)