SIDOARJO (RadarJatim.id) – Fraksi-fraksi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo mengganggap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo terlalu pesimis dalam merancang dan melaksanakan struktur keuangan daerah.
Hal itu disampaikan oleh Fraksi-fraksi di DPRD Sidoarjo saat menanggapi nota penjelasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Sidoarjo tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran (TA) 2026, Sabtu (1/11/2025).
Dalam Pandangan Umum (PU) Fraksi-fraksi DPRD Sidoarjo yang diwakili oleh Muh. Zakaria Dimas Pratama, S.Kom itu menyampaikan bahwa Pemkab Sidoarjo terlalu pesimis dalam merancang dan melaksanakan struktur keuangan daerah.
Disampaikan oleh Zakaria Dimas Pratama bahwa Pemkab Sidoarjo tidak mampu melakukan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), belanja yang tidak tepat sasaran, kurang efisien dan kurang efektif, serta tidak mampu menekan Sisa Lebih Pembiayaan Anggara (SiLPA).
“Track record kita untuk urusan SiLPA ini yang seringkali disorot. Karena kita punya sumber daya keuangan, tapi sulit untuk melaksanakannya,” sampainya.
Pendapatan Daerah Sidoarjo TA 2026 direncanakan sebesar Rp 4.727.610.888.931,00 mengalami penurunan sebesar Rp 703.965.960.438,00 atau 12,96 persen, apabila dibandingkan dengan TA 2025.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat yang sebelumnya Rp 2.756.871.295.660,00 menjadi Rp 2.008.222.962.000,00.
Ketua Fraksi Demokrat-NasDem itu mengatakan bahwa dengan adanya penurunan pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat seharusnya menjadi momentum pengingat bagi Pemkab Sidoarjo agar lebih efektif mendorong kemandirian fiskal.
Apalagi potensi PAD Kabupaten Sidoarjo dengan menyandang status sebagai daerah penyangga Surabaya, sudah seharusnya bisa lebih dioptimalkan lagi dengan cara updating database perpajakan, meningkatkan kemudahan sistem pembayaran serta membangun modal sosial dengan wajib pajak.
Fraksi-fraksi di DPRD Sidoarjo menilai bahwa target peningkatan PAD yang direncanakan sebesar Rp 2.719.387.926.931,00 atau naik 1,67 persen dari tahun sebelumnya, terlalu konservatif dan cenderung pesimis apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PAD tahun 2025 yang meningkat 13,65 persen.
“Kalau pengelolaan keuangan daerah masih amburadul. Bagaimana kita bisa berharap para wajib pajak mau taat secara sukarela bergotong-royong untuk melaksanakan kewajibannya,” katanya.
Fraksi-fraksi di DPRD Sidoarjo menilai bahwa target penerimaan Pajak Daerah tahun 2026 sebesar Rp 1.710.960.237.808,00 atau meningkat tipis sebesar 0,86 persen dari tahun sebelumnya, belum mencerminkan semangat optimisme fiskal.
Pemkab Sidoarjo perlu melakukan pemutakhiran data objek pajak di Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak (SISMIOP) dan virtual map di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) sesuai dengan saran Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Provinsi Jawa Timur (Jatim) agar potensi pajak dapat tergali dan dikelola secara maksimal.
Menurut Dimas bahwa kebijakan APBD seharusnya mampu menggugah optimisme masyarakat. Oleh karena itu, desain kebijakan seharusnya mampu menjadi ‘obat’ kebutuhan masyarakat.
“Nanti dampaknya akan kembali ke kesadaran masyarakat bahwa untuk mampu menyediakan ‘obat’ tersebut, juga butuh kontribusi dari masyarakat,” ujarnya.
Dengan target Retribusi Daerah sebesar Rp 931.840.248.946,00 atau meningkat 5,58 persen dari tahun sebelumnya, Dimas berharap agar Pemkab Sidoarjo meningkatkan target secara proporsional dan segera menyelesaikan piutang retribusi sebesar Rp 82.716.866.436,52 sebagai bentuk komitmen peningkatan kemampuan fiskal daerah.
Tidak hanya itu saja, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai NasDem Sidoarjo itu meminta agar Pemkab Sidoarjo untuk melakukan revitalisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya PT. Aneka Usaha Sidoarjo Perseroda, serta meninjau kembali Surat Keputusan (SK) Penggunaan Laba Bersih Perumda Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2024 yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi laba bersih.
“Target hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan pada tahun 2026 sebesar Rp 48 Milyar atau naik tipis sekitar 1,87 persen saja. Capaian ini termasuk stagnan, sehingga Pemkab Sidoarjo harus melakukan revitalisasi BUMD,” jelasnya.
Fraksi-fraksi di DPRD Sidoarjo juga menyoroti penurunan tajam lain-lain PAD yang sah dari Rp 47.863.301.707,00 menjadi Rp 27.869.821.482,00 atau turun 41,77 persen.
“Fluktuasi ekstrem ini menunjukkan ketidakstabilan perencanaan fiskal dan berpotensi menimbulkan beban pada komponen pendapatan lainnya. Fraksi meminta agar Pemkab Sidoarjo menjelaskan secara komprehensif sumber penerimaan dan strategi mitigasi risikonya,” tegasnya.
Anggota Komisi C DPRD Sidoarjo itu menuturkan bahwa penurunan dana transfer sebesar Rp 748.648.333.660,00 atau 27,16 persen dari tahun sebelumnya menunjukkan berkurangnya dukungan fiskal dari Pemerintah Pusat.
Kondisi ini sebagai peringatan serius, mengingat ketergantungan daerah terhadap dana transfer masih tinggi. Oleh karena itu, perlu langkah antisipatif melalui peningkatan PAD dan efisiensi belanja agar pelayanan publik tidak terganggu.
“Momentum ini juga sekaligus mengingatkan Pemkab Sidoarjo agar dapat terus meningkatkan kemandirian fiskal daerah, khususnya melalui optimalisasi potensi PAD, sehingga tidak terlampau bergantung dengan dana transfer dari Pemerintah Pusat,” terangnya. (mams)







