Oleh: Ruri Akhmadi
Gratifikasi masih membuming dan sangat ramai diperbincangkan, bagaimana tidak, saat gratifikasi ini menjadi sorotan
tajam masyarakat karena mengincar para kursi petinggi. Memang Gratifikasi secara kasarnya dapat dipahami dengan sebagai penerimaan hadiah yang memberi keuntungan kepada seseorang dalam jabatan tertentu. Dalam berbagai bentuknya, menjadi perhatian serius dalam upaya menjaga integritas dan transparansi dalam tindakan pemerintahan.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, gratifikasi adalah segala jenis pemberian yang
diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN). Namun, penting untuk diingat bahwa gratifikasi sendiri adalah konsep netral yang berarti tidak semua penerimaan pemberian tersebut dianggap sebagai tindakan terlarang atau kesalahan.
Dikutip dari buku “Pendidikan Anti Korupsi” oleh Dr. Kasmanto Rinaldi, SH, M.Si dan kawankawan, praktik gratifikasi memiliki relasi yang kuat dengan korupsi. Adapun gratifikasi dibedakan dalam 2 jenis yang meliputi, gratifikasi sebagai praktik budaya dan gratifikasi sebagai praktik korupsi. Kalau sudah masuk sebagai praktik korupsi tentunya masuk dalam rana hukum dan sangat tidak diperbolehkan. Namun dalam masalah ini telah mencakup salah satu pejabat yang berada di Kabupaten Sidoarjo.
Dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo. Penetapan tersangka tersebut menjadikan Gus Muhdlor sebagai Bupati Sidoarjo ketiga yang tersandung kasus korupsi. Dua Bupati Sidoarjo sebelumnya, Win Hendrarso dan Saiful Ilah, juga menyandang status yang sama. KPK menetapkan Bupati Sidoarjo periode 2010-2020, Saiful Ilah, sebagai tersangka dalam dua kasus, yakni kasus korupsi penerimaan suap proyek PUPR Kabupaten Sidoarjo dan kasus suap gratifikasi Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo.
Saiful Ilah masing-masing divonis 3 tahun dan 5 tahun penjara. Pada 2011, Kejaksaan Negeri Sidoarjo menetapkan Bupati Sidoarjo periode 2000-2010, Win Hendarso, sebagai
tersangka kasus korupsi dana kas daerah. Win diduga kuat terlibat pencairan duit Kasda Rp 2,3 miliar pada 2005 dan 2007. Kasus ini terbongkar dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Jawa Timur. BPK menemukan adanya uang kas daerah Sidoarjo yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Win divonis hukuman 5 tahun penjara plus denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.
Miris bukan ? Gratifikasi vs Korupsi betul – betul Merusak Moral Kepemimpinan Sejati, seorang pemimpin yang layaknya menjadi panutan dan juga contoh bagi para masyarakat dan terlebih para pemudah bangsa, namun tergerus begitu saja dengan Gratifikasi vs Korupsi. Ada yang sebagaian bilang itu takdir, lantas apakah akan tetap dibiarkan dengan begitu sajakah? Hal yang buruk merusak moral jiwa kepemimpinan harus dilenyapkan.
Kepemimpinan sejati melampaui pencapaian duniawi belaka. Ini mencakup karakter, ketahanan, dan kemampuan untuk
belajar dan tumbuh dari kegagalan. Pemimpin yang bermoral Moral pemimpin adalah kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, serta melakukan tindakan yang benar. Pemimpin yang bermoral mencari keadilan, kejujuran, dan kebaikan dalam praktik kepemimpinan. Pemimpin yang beretika menghormati karyawan, mendengarkan mereka, menghargai pendapat, dan memperlakukan bawahan sebagai partner penting dalam pengambilan keputusan. Pemimpin yang beretika mendedikasikan diri untuk melayani orang lain dan memastikan keberhasilan bersama.Kepemimpinan yang bermoral didasari oleh kejujuran dan integritas.
Ingatlah bahwa moral seorang pemimpin bukan hanya memengaruhi dirinya sendiri, tetapi juga seluruh organisasi atau perusahaan. Pemimpin yang bermoral menjadi panutan bagi bawahannya dan memastikan keputusan dan arahan yang diambil efektif dan bermoral.
Semoga ini menjadi pembelajaran yang besar bagi kita semua, dan tidak ada lagi praktik-praktik gratifikasi yang mengatas namakan sebuah hadiah kecil namun akan membunuh kursi kepemimpinan. Jadilah pemimpin yang Amanah mampu menjiwai dunia kepemimpinan yang diembannya dan yang terakhir takutlah pada Sang pemberi jabatan.*
*) Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
CATATAN: Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.