SIDOARJO (Radarjatim.id) Berlakunya PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang menggunakan sistem Daring (Dalam Jaringan) berimbas pada nilai Literasi dan Numerasi mengalami puenurunan yang cukup drastis selama pandemi Covid-19. Pakar pendidikan khawatir akan terjadinya Lost Generation.
Kondisi tersebut diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo, Dr Tirto Adi, MPd dalam Lokakarya Pemangku Kepentingan Pengembangan Sistem Koordinasi dan Kajian SOP Penanganan Kejadian di Sektor Pendidikan di Kabupaten Sidoarjo untuk Program Ubah (Usaha Berubah Perilaku Hadapi Covid-19), pada (6-7/4/2022) di Auditorium Nyai Walidah SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Smamda).
Ia katakan, kalau nilai Literasi dan Numerasi mulai anjok bisa dilihat dari Hasil Studi Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Kemendikbud bersama INOVASI (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) pada bulan Mei 2021. Program INOVASI bersama Puslitjak melakukan studi terhadap 69 sekolah dan 3.391 siswa.
Studi menemukan pola penurunan dari perolehan pembelajaran dari kelas 1 ke kelas 2 sebesar 44 poin untuk numerasi. Turun 52 poin untuk Literasi. Penurunan ini setara dengan 5 dan 6 bulan pembelajaran. “Angka perbandingannya tahun ajaran 2019-2020 nilai numerasi +78, selama pandemi Covid tahun ajaran 2020-2021 menjadi +34. Sementara nilai Literasi tahun ajaran 2019-2020 sebesar +129, selama pandemi tahun ajaran 2020-2021 nilai literasi menjadi +77,” jelasnya.
Tirto Adi menyampaikan, pembelajaran terkoyak karena adanya pandemi. Tidak hanya orang tua yang mengeluh, juga guru. ”Setelah PJJ selesai, setelah Magrib guru masih ngurusi anak-anak. Ngajinya, tugasnya, dan persiapan pembelajaran esok harinya,” ujarnya.
Dikatakan, PJJ juga menimbulkan masalah di rumah. Efeknya pada anak dan orang tua. ”Orangtua berpendidikan dan jadi ibu rumah tangga, PJJ bagus untuk anak. Tapi kalau ibu seorang perempuan karier, PJJ tidak bagus,” kata mantan Kepala Dinas Sosial Sidoarjo.
Lanjutnya, masalah lain dari sekolah online adalah soal pembelajaran adab yang tak bisa dicontohkan. ”Kalau mengajar bisa digantikan oleh teknologi, tapi dalam soal adab tidak bisa digantikan oleh siapapun. Semoga pandemi akan membuat generasi millenial bangkit,” harapnya.
Walaupun kondisi pandemi Covid sedang melandai, Tirto menegaskan, protokol kesehatan (prokes) tetap harus dilaksanakan di sekolah. Budaya baru biasanya kurang nyaman tapi diupayakan terus agar menjadi kebiasaan.
Dia melihat beberapa sekolah mulai kendor. Petugas cek suhu sudah tidak ada, cuci tangan sudah jarang. ”Harus diciptakan pembiasaan baru. Kalau sudah jadi habituasi yang baik maka prokes jadi hak diri. Gak prokes sudah gak nyaman. Maka prokes harus tetap dilaksanakan,” ungkapnya. Menurutnya, para guru dan pengelola pendidikan harus jadi teladan. Kunci pendidikan karakter itu pada keteladanan. Banyak orang bisa memberi contoh tapi tidak banyak yang bisa menjadi contoh. ”Mengapa Michael Hart dalam bukunya Seratus Tokoh Berpengaruh menempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh berpengaruh nomor 1? Karena Nabi memberikan keteladanan. Makanya selain ikhtiar lahiriah juga harus ikhtiar batiniah,” tandas Pak Tirto_sapaan akrabnya.(mad)