SIDOARJO (Radajatim.id) Salah satu siswa SDN Durungbedug Candi Sidoarjo ingin mendapatkan perhatian khusus dari pihak pemerintah setempat. Dialah Muhammad Reza Nur Azmi siswa kelas V, yang menderita penyakit folio akut, menderita kelumpuhan sejak kelas III. Sehingga saat beraktifitas selalu membutuhkan bantuan orang lain, baik di sekolah maupun di rumah.
Kondisi tersebut diketahui, saat Tim INOVASI (Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia) Jatim yang merupakan kemitraan Australia-Indonesia, saat berkunjung untuk melihat perkembangan SDN Durungbedug Candi Sidoarjo yang telah masuk dalam program 10 Pilot Project PSGPA (Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak) yang diselanggarakan oleh INOVASI dan Umsida (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo).
Wali kelas V Allisya Risna CN SPd yang mendampingi Azmi_sapaan akrabnya, sejak kelas III menjelaskan sejak Azmi mengalami sakit folio ini proses belajarnya mulai menurun, termasuk saat menulis. Infomasi yang kami dapat dari keluarganya, pada bagian syaraf yang terganggu, sehingga berpengaruh pada lengan tangan kanan dan punggungnya. “Proses belajarnya masih bisa tetapi melambat,” jelas Allisya Risna, pada Rabu (2/11/2022) siang.
Menurutnya untuk kognitifnya masih normal dengan teman yang lainnya. Karena fisiknya yang kurang leluasa sehingga mobilitasnya jadi terbatas. Belajarnya yang melambat itu dipengaruhi oleh kondisi fisiknya, untuk menulis pun masih bisa dibaca dengan jelas. “Sekarang ini sudah lumayan, masih bisa mengejar ketertinggalan, karena anak ini memang awalnya normal. Sakitnya karena kecelakaan bersama ibunya waktu kelas III,” terangnya.
Ia katakan, kemungkinan Azmi ini salah penanganan sejak awal, karena orang tuanya perempuannya meninggal, dan dirawat oleh neneknya. Tidak langsung ditangani, akhirnya berkelanjutan, hingga sekarang kakinya juga mulai bengkok. Karena memang tidak pernah gerak, ataupun fisioterapi dan yang lainnya. “Makanya sekarang kalau pindah-pindah tempat selalu digendhong,” ungkapnya.
“Kami selaku guru tidak bisa memberikan masuk apa-apa soal kondisi fisiknya, karena Azmi ini belum pernah di bawa ke rumah sakit sama sekali. Jadi masih perlu di asesmen biar lebih jelas penanganannya. Semoga bisa pulih seperti semula,” doanya.
Hartini (44 tahun) warga Griya Candi Pratama A1 No 2 Candi Sidoarjo, selaku ibu sambung dari Azmi mengaku setia mengantar pulang pergi sekolah. Ia maunya bisa melakukan terapi ke rumah sakit. “Saya sangat ingin anak ini bisa jalan seperti semula. Ada saran dari dokter harus banyak diterapi dengan gerakan. Saya juga berharap ada pihak-pihak, termasuk pihak pemerintah mau membantu mencarikan solusi atas pertumbuhan anak kami,” ungkap Hartini.
Kepala SDN Durungbedug Titin Kusminarsih, S.Pd mengatakan sudah memberikan amanah kepada para guru-gurunya agar menangani anak-anak secara sama. Jangan membeda-bedakan antara siswa regular dan yang mengalami disabilitas. “Semuanya sama, jangan sampai membedakan apalagi mengucilkan,” tegasnya.
Sementara itu, soal program INOVASI-PSGPA Umsida sudah berjalan dengan baik. Sebagai pilot project responsif gender bertujuan untuk mewujudkan sekolah responsif gender dengan 7 indikator, termasuk metode pembelajaran responsif gender, kebijakan dan kepemimpinan yang proporsional antara laki-laki dan perempuan.
Selain SDN Durungbedug, termasuk juga SD Muhammadiyah 1 Candi Labschool Umsida, SDN Tenggulunan, SDN Larangan, SDN Sumokali, SDN Sepande, SDN Sidodadi, SDN Durungbanjar, SDN Jambangan, dan SDN Kedungkendo.(mad)