GRESIK (RadarJatim.id) — Ratusan warga Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur yang mayoritas emak-emak melalukan aksi demo di depan Balai Desa Roomo, Selasa (17/9/2024). Mereka menuntut transparansi terkait pengelolaan dan pemberian beras kepada warga yang berasal dari CSR (Corporate Social Responsibility) dari PT Smelting.
Dalam aksi demo itu, warga menuntut pihak pemerintah desa, termasuk BPD, harus transparan atas dana CSR yang diberikan PT Smelting untuk warga Roomo yang kemudian dibelikan beras untuk dibagikan kepada warga. Pasalnya, beras yang disalurkan oleh aparat desa ke warga yang ternyata tidak layak konsumsi. Selain kondisi beras yang dikemas dalam kantong 10 kg itu berkutu dan berbau apek, butirannya juga terlalu remuk atau pecahan kecil-kecil. Padahal beras itu diinformasikan seharga Rp 14.000/kg.
“Masak beras yang harga Rp 14 ribu per kilo kayak gitu. Itu pantesnya harganya 9.000 per kilo,” teriak warga.
Zahid, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Desa Roomo, saat memimpin aksi mengatakan, warga menuntut agar pihak desa transparan terkait pengadaan atau pengelolaan beras yang bersumber dari CSR PT Smelting itu.
“Kami ndak mau tahu apakah mereka mark up atau apalah. Itu urusan mereka. Kedatangan kami ini cuma ingin transparansi pengadaannya, siapa yang membeli, harga berapa sebenarnya. Sekalian minta bukti, di mana mereka beli berasna,” ujar Zahid.
Zahid juga menambahkan, warga yang sudah menerima beras berkualitas jelek itu tidak perlu mengembalikan ke desa. Tetapi, mereka menuntut jatah beras yang baru, dan layak konsumsi 10 kg/rumah.
“Pengadaan beras untuk 1.150 KK ini tidak melibatkan RT dan RW, semuanya ditangani sendiri oleh BUMDes,” ujarnya.
Dikatakan, tiap tahun Desa Roomo mendapatkan CSR dari PT Smelting dalam bentuk uang. Kali ini, masing-masing warga mendapatkan Rp 140 ribu. Jika dirupakan beras, setiap warga akan menerima beras 10 kg dengan harga per kg sebesar Rp 14.000.
Namun, beras yang diberikan ke warga oleh pihak desa dinilai gak layak konsumsi.
“Tapi beras yang diberikan kepada masyarakat tidak layak dikonsumsi. Baunya apek, banyak kutunya, juga lembut kayak mener. Lagi pula saat ditimbang oleh warga, beratnya tidak 10 kilogram, tapi cuma 8 sampai 9 kilogram,” ungkap Zahid.
Meski di depan warga kepala desa Roomo berjanji akan mengganti beras yang tak layak itu dengan beras yang bagus, namun ratusan warga tetap meminta transparansi atas pengelolaan dana CSR oleh pihak desa dan BPD Roomo.
Sementara Sugianto, warga RT 4 RW 1 kepada awak media mengatakan, bahwa pengelolaan dana CSR dari PT Smelting tersebut tidak melibatkan RT/RW setempat. Semua ditangani oleh pihak desa, termasuk BPD. Bahkan, menurut dia, dalam pengelolaan dana CSR tersebut seolah-olah kepala kesa hanya manut saja dengan BPD.
Hal yang sama juga dikataka Ny. Wawan. Menurut dia, beras yang diterima warga tidak hanya berkutu, berbau apek, dan tak layak konsumsi. Tetapi, beras yang diterima ternyata beratnya tidak sampai 10 kg.
“Seharusnya tugas BPD hanya mengawasi, bukan ikut andil mengangani. Dan beras yang kami terima beratnya antara 8,5 kg hingga 9 kg. Jadi tidak sampai 10 kg. Kalau dikalikan dengan jumlah warga yang menerima, berapa selisihnya,” ungkapnya berapi-api.
Camat Manyar Hendriawan Susilo pun akhirnya turun tangan atas kasus tersebut. Di depan ratusan warga yang memadati balai desa, Hendriawan mengatakan, bahwa pihaknya sudah memanggil kepala desa Roomo dan perangkat, termasuk BPD Roomo. Bahkan, pihak inspektorat, tegasnya, juga akan melakukan audit dan memeriksa pengelolaan dana CSR oleh pihak Desa dan BPD tersebut.
“Bapak dan ibu harus percaya, saya akan mengawal masalah ini hingga tuntas. Karena pihak inspektorat akan menyelidiki terkait pengadaan beras dari CSR ini. Saya tidak main-main,” tandasnya meyakinkan warga. (har/sto)