SIDOARJO (RadarJatim.id) – Ratusan warga Desa Banjarkemantren, Kecamatan Buduran yang tergabung Laskar Perjuangan Masyarakat Desa Banjarkemantren dan Solidaritas Masyarakat Peduli Hak-hak Rakyat melakukan aksi unjukrasa didepan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Rabu (05/02/2025).
Kehadiran mereka di Kantor Kejari Sidoarjo menuntut penuntasan kasus dugaan pungutan liar (pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Banjarkemantren tahun 2023.
Anang Choirul Lazim, salah satu koordinator aksi mengatakan bahwa warga yang menjadi peserta program PTSL Desa Banjarkemantren itu sudah pernah melaporkan adanya dugaan pungli pada 13 April 2024 lalu.
“Namun hingga kini belum ada kejelasan terkait kasus dugaan pungli PTSL (Desa Banjarkemantren, red) yang kami laporkan,” kata Choirul Lazim disela-sela aksi unjukrasa.
Dijelaskan oleh Choirul Lazim bahwa modus operandi yang dilakukan oleh panitia PTSL Desa Banjarkemantren, yaitu para peserta program PTSL diminta untuk menyiapkan materai dan patok.
Para peserta program PTLS harus membeli patok untuk batas tanah minimal 3 buah, dimana setiap patoknya seharga Rp 15 ribu. Para peserta pun diwajibkan membeli 4 lembar materai yang setiap lembarnya seharga Rp 11 ribu.
Jadi, para peserta program PTSL Desa Banjarkemantren harus mengeluarkan uang minimal Rp 84 ribu, selain dari anggaran Rp 150 ribu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
“Jumlah total yang dikeluarkan oleh 1100 peserta atau pemohon (program PTSL, red) kurang lebih mencapai Rp 104 juta, diluar uang cash sebesar Rp 150 ribu yang disetorkan ke panitia PTSL Desa Banjarkemantren,” jelasnya.
Tidak hanya soal kasus dugaan pungli PTSL saja, para pengunjuk rasa juga mendesak Kejari Sidoarjo untuk menindaklanjuti laporan mereka terkait adanya dugaan penyalahgunaan dana ketahanan pangan di Desa Banjarkemantren.
Menurut Choirul Lazim bahwa dana ketahanan itu seharusnya digunakan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan mencegah stunting, akan tetapi dipakai untuk usaha atau bisnis.
“Seharusnya dana ketahanan pangan digunakan untuk masyarakat, bukan dijadikan bisnis. Dana tersebut dipakai untuk membeli sapi kecil-kecil, kemudian dijual setelah sapinya besar, sehingga masyarakat tidak mendapatkan manfaatnya. Kami sudah melaporkan hal ini, tapi sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo, Jhon Franky Yanafia Ariandi memberikan apresiasi kepada para pengunjukrasa yang telah menyuarakan dukungan terhadap penegakkan hukum di Kabupaten Sidoarjo.
Dijelaskan oleh Jhon Franky bahwa hingga saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman terkait kasus dugaan pungli PTSL dan penyalahgunaan dana ketahanan pangan Desa Banjarkemantren.
“Kami mohon waktu untuk menyelesaikannya, baik kasus pungli maupun ketahanan pangan. Kami komitmen dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya yang sangat meresahkan masyarakat,” jelasnya.
Sebagai bentuk keseriusannya, ia juga meminta peran serta masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki bukti-bukti lain terkait kasus pungli PTSL dan penyalahgunaan dana ketahanan pangan Desa Banjarkemantren ke Kejari Sidoarjo.
“Jika ada bukti-bukti dilapangan, kami mohon bisa diserahkan kepada kami untuk melengkapi hasil pemeriksaan. Kami berkomitmen penuh dalam menegakkan hukum terkait dugaan korupsi ini,” pintanya. (mams)