SIDOARJO (RadarJatim.id) — Ada hal yang menarik saat Talkshow HPN 2024 yang digelar oleh PWI Sidoarjo, pada Rabu (29/5/2024) di Hotel Luminor Sidoarjo. Yakni Fenomena tentang adanya dualisme wartawan, yakni wartawan merangkap LSM atau sebaliknya, jadi pertanyaan para peswerta.
Salah satunya adalah Ucok Situmorang Ketua Forum Keluarga Alumni IMM Sidoarjo, menurutnya fakta yang ditemuin di masyarakat, banyak anggota LSM yang juga merangkap sebagai jurnalis dari media massa berbasis online. Ketika dalam peliputan kegiatan seringkali terjadi dilema untuk yang memberi berita, terutama pemerintah desa.
Untuk itu perlu adanya penegasan dari personal jurnalis atau pemilik media.
“Selain itu, berharap ada pemberitahuan secara periodik minimal setiap semester kepada Pemdes, penyelenggara sekolah atau stakeholder yang lain dari OPD terkait semisal Kominfo maupun Bakesbang,” harap Ucok Situmorang.
Hal yang sama juga ditanyakan oleh Humas salah satu lembaga pendidikan di Sedati, yang mengungkapkan keresahaannya terkait dualisme tersebut. “Apakah PWI punya kewenangan untuk mempertegas, menyeleksi kondisi tersebut,” katanya.
Ketua PWI Jawa Timur Lutfil Hakim sebagai pemateri menjelaskan resepsi HPN tidak hanya menekankan pada seremonialnya saja, tetapi nilai-nilai menjadi seorang jurnalis yang benar-benar berkualitas, bertanggungjawab, dan banyak memberikan manfaat bagi kehidupan ber-masyarakat.
“Yang paling penting ini adalah menjaga nilai. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah kembali ke Khittah (jalan yang lurus). Profesi wartawan ini tanggungjawabnya sangat besar. Jika sejak awal diniatkan dengan baik, maka manfaatnya sangat luar biasa. Mudah-mudahan teman-teman PWI Sidoarjo bisa menjadi lebih baik lagi, dan dapat banyak memberikan manfaat bagi masyarakat,” harap Lutfil Hakim.

Ia tegaskan produk pers itu kalau karyanya sudah termuat di media, baik elektronik (online, tv) atau cetak. Selama belum termuat di media itu bukan produk pers yang sudah diatur dalam undang-undang dan kode etik jurnalistik.
“Jadi selama proses itu masih perilaku seseorang, setelah dimuat media itu baru namanya produk pers. PWI tidak bisa menyeleksi kondisi tersebut, karena kita sudah ada aturannya, tinggal perilaku orangnya sendiri arahnya kemana,” tegas Lutfil Hakim.
Sementara itu, Tenaga Ahli dari Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Timur, Zainal Arifin Emka yang hadir sebagai salah satu pemateri dalam Talkshow HPN tahun 2024, menekankan kepada jurnalis agar tidak mudah kehilangan rohnya. Baginya, momentum HPN ini merupakan momen yang tepat untuk mereaktualisasi, atau memperbarui kembali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Menurutnya, insan pers sedang mengalami tugas yang sangat berat. Yakni mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap media. Bukan tidak mungkin di zaman teknologi seperti saat ini, keberadaan media sosial lebih banyak diminati.
“Ini yang menjadi PR bagi wartawan saat ini. Jangan sampai orang lebih percaya media sosial daripada yang benar-benar media. Jurnalis harus lebih banyak introspeksi,” tandasnya.
Terkait adanya dualisme, memang terkadang konsisi lapangan yang membuat situasi itu muncul. “Bahkan mungkin juga dari pihak narasumber yang kurang benar, sehingga memunculkan dualisme di lapangan. Jadi kita tidak bisa menyalahkan mereka. Saya harap kalau kita memang jurnalis ya lakukan secara profesional,” harapnya.(mad)