SIDOARJO (RadarJatim.id) Pemerintah telah resmi menaikkan harga Bahan Bahar Minyak (BBM) yang saat ini berdampak kenaikan tarif angkutan publik. Kenaikan tarif ini seperti yang sudah diterapkan di Terminal Purabaya, Bungurasih, Waru, Sidoarjo.
“Masyarakat saat ini menjadi gamang, jadi ragu-ragu karena dikhawatirkan trasportasi (tarifnya,Red) naiknya luar biasa begitu besar. Karena tarif bahan bakar naik luar biasa besar, naik sekitar 30 persen,” kata Ir H Bambang Haryo Soekartono, saat meninjau terminal Purabaya, Bungurasih, Selasa (6/9/2022).
Ketua Transportasi Masyarakat Indonesia (MTI) Jawa Timur ini menilai kinerja pemerintah pusat dinilai lamban karena pasca pengumuman kenaikan harga BBM tidak segera ditindak lanjuti dengan antisipasi dampak kenaikan BBM seperti kenaikan tarif angkutan transporasi massal. Akibatnya pengusaha transporasi yang harusnya dilindungi sejauh ini melakukan kenaikan tarif disesuaikan dengan harga kenaikan BBM.
“Sebetulnya butuh satu informasi (kenaikan tarif,Red) yang jelas dari pemerintah, baik konsumen maupun pengusaha karena sampai dengan saat ini pengusaha masih belum mendapatkan perhitungan tarif perkilometernya dari kendaraan transportasi kenaikannya harus berapa, masih belum tahu,” tegas BHS, panggilan akrab Bambang Haryo Soekartono.
Seharusnya, pemerintah bergerak cepat karena biasanya saat ada kenaikan harga BBM sudah diketahui dan diinfpormasikan ke kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan. Dan Kementerian Perhubungan segera memproses mengumpulkan semua stakeholdernya. Seperti dari asosiasi pengusaha, berapa pengaruhnya akibat dari kenaikan BBM yang akan direncanakan pemerintah.
“Itu jauh hari, sebulan sebelumnya sudah dihitung sudah dirancang, setelah ditetapkan (kenaikan BBBM,Red), satu hari diterapkan setelah pengumuman kenaikan BBM. Pengusaha tidak bingung, masyarakat konsumen ngak bingung,” urainya.
Namun saat ini yang terjadi tidak ada regulasi berapa kenaikan tarif, sehingga pengusaha tranporasi dan awak bus sulit mencari penumpang. Konsumen pengguna angkutan massal juga was-was takut kenaikan tarifnya begitu tinggi.
“Akhirnya beliau beliau (awak bus,Red) tidak dapat penumpang, akibatnya saat ini bingung akhirnya untuk menutup biaya operasional menaikkan tarif 50 persen sampai 60 persen,” terang anggota DPR RI periode 2014-2019 ini
Padahal kenaikan tarif bus untuk bus selama 6 tahun belum dilakukan sehingga akibat kenaikan BBM ini dijadikan satu akumulasi kenaikan tarif. Pengusaha juga harus dilindungi karena mereka juga punya standar minimum dari sisi pelayanan dan keselamatan. Sekali lagi pihaknya mengkritisi kinerja pemerintah pusat yang masih lambat sehingga kondisi dampak kenaikan BBM menjadi amburadul.
“Saya menekankan pada pemerintah, subsudi BLT yang tidak jelas itu dialihkan saja untuk subsidi tranportasi massal dan logistik. Agar transportasi publik tidak naik, yang naik tranportasi pribadi,” tegasnya.
Akibat dari belum jelasnya kenaikan tarif ini membuat penumpang bus gamang dan kondisi terminal menjadi sepi.
Sementara itu, Anderan, salah satu dari PO Sugeng Ayu mengatakan pihaknya mengikuti aturan dari pemerintah yang diberlakukan kenaikan tariff seperti apa.Sejauh ini lantaran belum ada kebijakan berapa kenaikan tarifnya pihaknya memang menaikkan harga mengikuti dampak kenaikan BBM.
“Kita ikuti atuan pemerintah yang ada, kita mengikuti naik ya naik. Selama ada bbm naik, tarif Rp 59 ribu dari Surabaya-Solo naik menjadi Rp 77 ribu. Dari Jogja-Surabaya dulu Rp 76 ribu sekarang Rp 99 ribu. Akibat kenaikan tarif ini penumpang memang menurun drastis mas,” katanya.
Pihaknya berharap pemerintah melindungi pengusaha transportasi dengan menerapkan aturan yang jangan sampai membuat terminal menjadi sepi. (RJ1/RED)