SUMENEP (RadarJatim.com) – Deretan cemara udang di kanan kiri jalan raya kawasan Kec. Bluto, seolah menyapa pengendara dan berucap ramah: “Selamat datang di Kabupaten Sumenep”. Deretan tanaman bernama latin Casuarina equisetifolia tersebut memang menjadi salah satu penanda bahwa kita segera memasuki pusat kota berjuluk Bumi Sumekar itu.
Tampilan pohonnya khas. Memiliki daun dengan ujung lancip seperti jarum dan berbatang besar serta keras. Cemara udang diyakini banyak memberikan manfaat ekologi, antara lain, sebagai pemecah angin, rehabilitasi lahan kritis di pesisir, dan mampu menaikkan hidrogen tanah.
Dulu, di era Orde Baru, cemara ini sempat menjadi primadona yang eksklusif, lantaran dilarang dijualbelikan ke luar Pulau Madura. Agaknya butuh larangan regulasi agar sebuah tanaman dapat melejit bernilai jual tinggi. Waktu itu cemara udang hanya dapat diperoleh dari pasar gelap atau lewat jalur bisik-bisik ilegal untuk mendapatkannya. Kini setelah aman reformasi, cemara udang ikut “direformasi”. Bebas dibawa kemana saja. Dan hukum keseimbangan ekonomi pun berlaku, ketika barang tersedia melimpah dan jumlah peminatnya tetap maka harga bakal menurun.
Di kawasan wisata Pantai Slopeng Sumenep juga banyak ditumbuhi pohon cemara udang. Sebuah wisata indah di Jalan Raya Abunten KM 17, Sema’an, Dasuk, Sumenep, ini menyajikan pesona panorama bahari. Rimbunan pohon cemara udang mengayomi wisatawan dari sengatan terik matahari hingga terasa teduh sepanjang hari.
cemara udang
meredam terik surya
di Pantai Slopeng
Pengunjung dapat menikmati keindahan pantai sepanjang enam kilometer ini dengan berjalan kaki, naik kuda sewaan, atau mengendarai motor all terrain vehicle (ATV). Di sini juga tersedia sarana bermain air laut, berkemah, gazebo, dan warung makan.
Seperti yang terlihat Minggu (15/1) siang kemarin. Tampak rombongan pengunjung bersantai menggelar tikar di pasir putih. Rupanya mereka sedang melakukan reuni. Pesertanya para alumni IKIP Malang prodi Pendidikan Bisnis angkatan delapan satu (Bisdesa). Pesertanya heterogen, maklum sebagian sudah beranak cucu.
“Alhamdulillah kami bisa seru-seruan di sini, setelah empat tahun tidak bisa ketemuan karena pandemi,” kata Dr. Endang Sri Andayani, yang kini menjadi dosen di Univ Negeri Malang, kepada RadarJatim.com. Dikatakan, teman-teman seangkatanya berdatangan dari berbagai kota di Jatim seperti dari Banyuwangi, Blitar, Kediri, Jember dan lainnya. Mereka mengajak serta anak, menantu, dan cucu.
Selain duduk bercengkerama mereka berfoto-foto selfi. Bergaya berboncengan naik motor ATV, tidak apa-apa meskipun sudah pada tua. Sebagian turun mendekat air laut, bergembira momong cucu. “Cucu saya kerasan. Dia tidak mau mentas. Maunya mandi terus. Gak mau pulang, Uti,” kata Dra. Ngesti Rahayu sambil tertawa.
Di bawah keteduhan cemara udang Slopeng, mereka tengah mempererat ikatan persaudaraan. (rio)