SIDOARJO (RadarJatim.id) — Program menurunkan angka stunting tidak serta merta begitu saja, namun perlu adanya sinergi pemerintah dan masyarakat. mulai dari para Kader KB, Wali Murid, ibu-ibu rumah tangga dan termasuk lembaga-lembaga yang didominasi perempuan dan laki-laki.
Oleh sebab itu Anggota Komisi IX DPR RI Dr. Arzeti Bilbina, M.A.P mengajak seluruh masyarakat untuk terus berjuang untuk menurunkan angka stunting secara bertahap. Ajakan Politisi PKB tersebut, disampaikan saat membuka Sosialisasi KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) Bangga Kencana program BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), pada (15/9/2023) siang di Aula SMP Islam Krembung, Jl. Raya Rejeni, Pakem, Kec. Krembung Sidoarjo.
Dalam pembukaannya, Arzeti menjelaskan, ada sekitar 21 kabupaten/kota di Jawa Timur yang mengalami penurunan tajam di atas 18,4 persen. Namun di Sidoarjo mengalami kenaikan, dari 14,8 persen naik menjadi 16,1 persen. Sehingga warga Sidoarjo harus lebih bekerja lebih keras lagi untuk menurunkan angka stunting.
Melihat kondisi terebut, ia pun turun langsung mengajak dan memotivasi ibu-ibu agar anak remajanya tidak mengalami pernikahan dini. “Dengan harapan anak-anaknya tidak sampai terjadi stunting. Tentu saja harus ditambah asupan-asupan yang bergizi,” harap Arzeti.
Ada sekitar 200 orang peserta yang dilibatkan, diantaranya para kader KB, wali murid dan masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Krembung Sidoarjo. Dengan menghadirikan para pemateri, Taufik Daryanto, S.Psi, M.Sc selaku Penata KKB Ahli Muda dari BKKBN Provinsi Jawa Timur. Juga Rachmad Satrijawan, M.HP selaku Kabid KB Kabupaten Sidoarjo.

Taufik Daryanto menjelaskan apa itu stunting ? Adalah kondisi gagal tumbuh dan berkembang pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi yang berulang, terutama selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Mengapa perlu dicegah dan bagaimana cara mencegahnya telah diuraikan panjang lebar dihadapan peserta.
Menurut, Kabid KB Sidoarjo Rachmad Satrijawan menjelaskan kenaikan stunting di wilayah Sidoarjo dikarenakan masih banyaknya jamban-jamban liar di pinggir sungai. Jadi masyarakat masih ada yang belum mengerti efek dari kondisi tersebut. Termasuk juga masih rendahnya remaja putri saat mendapatkan tambahan minuman vitamin. “Mereka hanya sedikit sekali yang mau mengkonsumsi vitamin-vitaman tambah dari waktu haid dari pemerintah,” jelasnya.
Lanjutnya, selain foktor sanitasi, juga masih adanya masalah nikah muda, atau yang lebih dikenal dengan pernikahan dini. Karena pernikahan dini remaja putri yang usianya kurang 21 tahun akan mengalami kesulitan waktu melahirkan, sehingga akan berpengaruh terhadap stunting. “Tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), serta memberikan asupan gizi yang baik usai melahirkan,” jelas Rachmad Satrijawan.(mad)