Oleh Arik S. Wartono*)
Mulai Sabtu, 13 Januari 2024 sore, perupa remaja Aliya Murdoko menggelar pameran tunggal di Malang Creative Center (MCC) lantai 5. Dengan mengangkat tema “Panji Sacrifice” yang mengangkat tradisi topeng Malangan sebagai sumber utama, pameran tunggal kedua perupa binaan Sanggar DAUN ini akan berakhir pada 23 Januari 2023.
Pameran lukisan ini secara resmi dimulai pada Sabtu (13/1/2024) sore dan dibuka setiap hari pukul 09.00 – 19.00 WIB. Sebanyak 12 karya lukisan media cat akrilik dan minyak di atas kanvas, ditampulkan dalam pameran tunggal ini. Sebagian besar ukurannya 100×100 Cm dan terdapat 2 karya besar berukuran 150×300 Cm, dan karya terkecil ukuran 80×60 Cm.
Cerita Panji merupakan cerita asli Jawa Timur dengan latar kerajaan Daha atau Kadiri yang berpusat di wilayah Kediri, Jawa Timur. Ceritanya berupa kisah cinta sejati antara Pangeran Panji Inu Kertapati dari kerajaan Daha (Kadiri atau Panjalu) dan Galuh Candrakirana (Dewi Sekartaji) dari kerajaan Jenggala.
Kisah cinta epic ini memiliki relevansi sejarah dengan upaya penyatuan kembali wilayah bekas kerajaan Medang Kahuripan yang pecah menjadi kerajaan Panjalu dan Jenggala sejak raja Airlangga tutun tahta dan putri mahkota penerus tahta, yakni Sanggramawijaya Tunggadewi mengundurkan diri dan memilih menjalani hidup suci sebagai pertapa bergelar Dewi Kili Suci Sanggramawijaya.
Bukti arkeologi tentang Cerita Panji adalah relief candi-candi di Jawa Timur yang dibangun pada jaman kerajaan Majapahit
Setidaknya ada 7 candi yang teridentifikasi menampilkan relief yang terilhami oleh Cerita Panji, yakni Candi Gajah Mungkur di lereng gunung Penanggungan Mojokerto yang dibangun pada abad 15 Masehi, Candi Kendalisada di gunung Penanggungan yang juga dibangun pada abad 15 Masehi. Lalu ada Candi Watang juga di gunung Penanggungan yang dibangun pada abad 15 Masehi, Candi Gambyok di Kediri, Candi Kebo Ireng panel lepas di Pasuruan, Candi Sanggrahan berupa fragmen panel di Tulungagung, dan Candi Mirigambar di Tulungagung.
Cerita Panji telah ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (MoW) tahun 2017. Cerita ini berkembang mulai dari Jawa Timur pada abad ke-14 Masehi dan berkembang pesat pada masa Majapahit. Cerita Panji memiliki banyak versi dan tersebar hingga ke wilayah Asia Tenggara. Selain Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatra, kisah Panji juga menyebar hingga ke Thailand, Kamboja, Laos, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Myanmar.
Aliya Murdoko yang baru berusia 13 tahun melakukan tafsir visual atas Cerita Panji versi pemahamannya, karena Cerita Panji itu sendiri memang tidak ada yang baku, bahkan bisa berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya, tentu kisahnya menjadi berbeda antarnegara.
Setiap tradisi lokal bebas menginterpretasikan Cerita Panjinya masing-masing. Ia tumbuh pada tempat dan waktu tertentu yang dapat dirujuk sebagai latar belakang kisahnya.
Dalam karya-karya lukis Aliya Murdoko, Cerita Panji digarap secara eksperimental. Selain mengambil visual karakter konvensional tokoh dalam tradisi topeng Malangan yang dieksplorasi secara ekspresif, Aliya juga mencoba menampilkan visual yang mirip figur dalam wayang golek, bahkan pada ujung eksplorasinya Aliya Murdoko mengintepetasi Cerita Panji dalam style lukisan abstrak-simbolik.
Karya terbarunya “The Foggy Forest“, media cat minyak dan akrilik di atas kanvas ukuran 300×150 Cm, Cerita Panji tampil dalam teknik oil on water yang direspon goresan detail cat akrilik menghasilkan layer-layer bentang landscape pengunungan dengan hutan berbukit-bukit yang diselimuti kabut. Pada bagian tengah ada goresan kecil siluet dua penunggang kuda saling memacu kudanya yang akan bertemu pada satu titik. Mungkin ini interpretasi Aliya Murdoko tentang adegan pertemuan Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana di belantara hutan Jawa Timur dengan latar jauh gunung Semeru. Seolah ingin menggambarkan luasnya hati mereka sekaligus betapa berat dan berliku rintangan hidup mereka berdua demi saling memperjuangkan cinta sejati.
Kita layak bernapas lega jika Aliya Murdoko kelak mau konsisten terus mengeksplorasi Cerita Panji dalam karya-karyanya, tentu dengan interpretasinya sendiri yang akan terus berkembang secara unik. Karena itu, artinya kekayaan tradisi lokal Jawa Timur khususnya Malang, akan terus berkembang sesuai tuntutan zaman. {*}
*) Arik S. Wartono, kurator, pendiri dan pembina Sanggar DAUN.