Oleh Meilinda Ayundyahrini
Rak toko umumnya menyediakan lebih dari satu variasi pada produk yang sama. Berbeda merk, rasa, harga, komposisi, serta berbagai keunggulan lainnya ditawarkan produsen untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Tak jarang konsumen harus membolak-balikkan produk dalam rentang waktu lama untuk menemukan informasi produk yang akan dibeli. Mereka mengamati gambar produk, membaca kandungan nutrisi, memahami komposisi, ataupun logo lainnya yang termuat di label kemasan. Tak luput, konsumen juga rela menyempatkan waktu sejenak untuk mencari review atau testimoni produk di jejaring media sosial.
Informasi-informasi inilah yang akan membentuk ekspektasi konsumen pada produk tersebut. Penelusuran informasi merupakan salah satu proses kognitif yang pasti dilalui oleh konsumen,terutama produk yang belum dikenali. Persepsi dan pengetahuan ini akan memengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Proses penelusuran informasi dapat terlewati dengan cepat ketika konsumen telah memiliki persepsi yang baik, produk rutin, dan sedang mengutamakan keunggulan tertentu.
Produk yang berhasil memenuhi ekspektasi konsumen ditunjukkan melalui pembelian ulang, loyalitas, atau merekomendasikan kepada orang lain. Berangkat dari berbagai penelitian tentang perilaku konsumen dan strategi pemasaran, banyak hal yang memengaruhi konsumen dalam melakukan seleksi produk. Selain preferensi pribadi, seperti rasa atau kebutuhan akan komponen tertentu pada produk, terdapat variabel-variabel umum yang berpengaruh.
Kepercayaan dan kecenderungan konsumen dalam menghindari ketidakpastian secara signifikan dapat memutuskan konsumen untuk membeli produk atau tidak. Membangun kepercayaan adalah elemen penting untuk menghilangkan ketidakpastian. Sedangkan kepercayaan sangat bergantung dari informasi yang didapat, positif atau negatif. Tak lupa konsumen cerdas dan berdaya kritis pada produk akan cenderung mengumpulkan dan mempertimbangkan lebih banyak informasi dari sumber kredibel ketika menemukan ketidakpastian produk yang relatif tinggi.
Oleh karenanya, konsumen kerap memilih produk dari produsen besar dan terkenal dibandingkan produsen baru, karena lebih mudah mendapatkan informasi, sehingga kepercayaan konsumen lebih mudah terbentuk. Hal ini menunjukkan pentingnya ketertelusuran informasi sebagai bentuk rebranding produk pada proses kognitif konsumen. Lalu, bagaimana cara konsumen memandang penting tanda SNI yang tertera pada kemasan? Bukankah tanda SNI menunjukkan, bahwa produk aman untuk digunakan?
Media Komunikasi Efektif
Tanda SNI sering tak terlirik oleh konsumen. Hal ini dapat ditunjukkan dengan seringnya tertera diujung kemasan atau tercetak kecil. Tentunya kondisi ini disebabkan oleh budaya masyarakat itu sendiri, ketika kualitas masih kalah dengan variabel harga. Padahal SNI merupakan jaminan kepastian dari pemerintah sebagai petunjuk cepat bagi konsumen bahwa produk yang digunakan aman digunakan dan terjamin kualitasnya.
Sejenak mari melihat pasar mainan anak yang merupakan pemberlakuan SNI wajib, namun di pasar terutama e-commerce masih ditemukan mainan anak (terutama impor) tidak ber-SNI dengan harga sangat kompetitif dan pembelinya telah mencapai ribuan. Pada tahun 2021 melalui situs Aplikasi Barang Ber-SNI, terdata produk tersertifikasi SNI sebanyak 6.331 merek produk dan 76,35% di antaranya adalah produk dengan SNI pemberlakuan wajib.
Fenomena ini menunjukkan, bahwa SNI belum menjadi nilai jual dan hanya sebatas memenuhi regulasi wajib SNI. Perlu diingat, bahwa produsen akan mengikuti permintaan pasar dan ini merefleksikan pasar belum memprioritaskan tanda SNI dalam memilih produk.
SNI setiap jenis produk dengan memiliki syarat mutu dan pengujian yang berbeda, dirumuskan oleh para ahli dari perusahaan, asosiasi, konsumen, dan akademisi. Sebelum dirumuskan, SNI dapat diusulkan oleh seluruh masyarakat melalui Program Nasional Perumusan Standar (PNPS).
Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) yang telah tersusun pada PNPS akan dikembalikan kepada masyarakat untuk menerima masukan melalui tahap jajak pendapat, hingga mencapai konsensus dan akhirnya SNI ditetapkan. Perumusan SNI dilakukan secara transparan dan terbuka serta dapat diikuti oleh masyarakat secara digital melalui situs resmi Badan Standardisasi Nasional (BSN). Dalam penerapan mendapatkan tanda SNI, produk harus melewati serangkaian pengujian di laboratorium terakreditasi.
Namun, apakah semua konsumen memahami proses di balik terteranya tanda SNI di kemasan? Oleh karenanya, tanda SNI harusnya mampu menjalankan fungsinya sebagai media komunikasi yang dapat menjelaskan kepada publik mengenai tujuan disusunnya SNI. Masyarakat yang tidak memahami tujuan SNI bagaikan menampilkan layar biru pada layar monitor saat melihat tanda SNI, tidak memiliki maksud dan informasi apa pun. Tanda SNI akan menjadi sia-sia.
Peran dan fungsi SNI harus dapat hadir dalam keseharian konsumen dengan cara yang mudah, cepat, dan sederhana. Mempertimbangkan masyarakat saat ini yang seringkali melakukan berbagai aktivitas di dunia digital, maka tanda SNI perlu hadir pada platform yang sama. Penerap SNI harus mampu menunjukkan bahwa produknya berdaya saing dan aman digunakan karena telah memenuhi syarat mutu minimal, teruji di laboratorium, dan tersertifikasi di institusi yang kredibel.
Kredibilitas Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) merupakan bentuk penguatan bahwa tanda SNI telah melalui proses ketat dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi yang jelas dan tertelusur inilah yang dapat meningkatkan kepercayaan dan menurunkan ketidakpastian konsumen sehingga berujung pada pembelian produk.
Masyarakat mulai terbiasa melakukan pembelanjaan melalui e-commerce dengan tidak melihat kondisi fisik produk. Berbelanja secara daring akan terbatas pada pengamatan produk secara visual sedangkan berbelanja retail tentu terbatas pada ketersediaan waktu. Keduanya memerlukan variabel penentu yang dapat mempengaruhi secara signifikan pada proses seleksi produk. Tanda SNI diharapkan dapat menjadi variabel tersebut, sebagai bentuk perlindungan konsumen.
Bagi pelaku usaha, sertifikasi SNI akan membentuk perdagangan yang sehat. Agar dapat meyakinkan konsumen akan produk berkualitas dan aman digunakan, maka tanda SNI harus mampu berkomunikasi secara efektif dan sederhana yang memuat berbagai informasi penting SNI dan produk, seperti syarat mutu, metode pengujian, LPK, dan sebagainya.
Langkah ini dapat menjadi salah satu bentuk pengawasan produk bertanda SNI secara mandiri oleh konsumen. Sebab, siapa yang dapat menjamin stiker tanda SNI di kemasan adalah valid ketika konsumen tidak mengetahui cara mengonfirmasinya? {*}
*) Meilinda Ayundyahrini, Alumni Magister Tenik Industri, UGM dan Peneliti di Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar, BRIN.