SURABAYA (RadarJatim.id) — BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) terus bergerak, mengajak para warga untuk menurunkan angka stunting. Walaupun untuk wilayah Surabaya tergolong paling rendah se Indonesia, pada posisi 4,8 persen. Namun harus tetap diwaspadai, bahkan perlu diturunkan lagi.
Kondisi tersebut terlihat saat ada Sosialisasi KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) Bangga Kencana, yang diselenggarakan oleh BKKBN Pusat bersama Mitra Kerja Komisi IX DPR RI, pada (24/9/2023) di Gedung Kodikal Bumimoro Krembangan Surabaya.
Kegiatan sosialisasi diberikan kepada 200 peserta, diantaranya para Fatayat, para kader-kader KB serta warga Krembangan dan sekitarnya. Sebelum acara dimulai, dibuka terlebih dahulu oleh Anggota Komisi IX DPR RI Dr. Arzeti Milbina, M.A.P dengan menghadirkan pemateri Direktur Advokasi dan Hubungan Antar Lembaga BKKBN Wahidah P. S.Sos M.Si, Waluyo Ajeng Lukitowati, St. MM selaku Pembina Program Bidang KB BKKBN Jawa Timur, dr Atiek Tri Arini M.Kes selakuk Kabid Dalduk KB Surabaya dan Nurul Habibah Umar, S St M. MPDN selaku Penata Kependudukan dan KB dari OPD KB Surabaya.
Dihadapan warga dan Fatayat Morokrembangan, Arzeri Bilbina Arzeti Bilbina tak henti-hentinya selalu menjelaskan betapa pentingnya memahamkan warga tentang pencegahan stunting. Walaupun BKKBN ini mendapatkan tugas dari pemerintah pusat sebagai garda terdepan untuk menurunkan angka stuting. Tetapi masih sangat perlu melibatkan masyarakat secara langsung. Karena tidak mungkin bisa ditangani oleh pemerintah saja.
“Oleh karena itu, disinilah perlunya kolaborasi, perlunya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Yang di dalamnya terdapat beberapa elamen, diantara Fatayat, Kader-kader KB, tokoh masyarakat dan ibu-ibu yang mempunyai remaja putri jelang pernikahan,” jelas Politisi PKB ini.
Kepada para peserta, Arzeti menguraikan penyebab turunnya angka stunting. Diantaranya belum adanya kesadaran ibu-ibu untuk melakukan inisiasi dini. Yaitu memberikan ASI eksklusif minimal 6 bulan tanpa ditambahkan makanan yang lain. “Jadi selama 6 bulan, bayi harus murni diberi ASI saja. Setelah 6 bulan bisa ditambah asupan yang lain, dengan begitu kelahiran anak-anak tidak akan terjadi stunting,” jelasnya.
“Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah mencegah dan menginformasikan agar tidak melakukan pernikahan dini. Oleh karena itu, dalam prosesi pernikahan untuk langkah pertama yang harus disiapkan adalah mempersiapkan fisik, reproduksi dan kesehatannya. Khususnya bagi si perempuan harus melakukan cek kesehatannya terlebih dahulu,” jelas Politisi PKB Dapil I Jatim ini.
Ditambahkan pula oleh Waluyo Ajeng Lukitowati bahwa foktor sanitasi juga mempengaruhi terhadap naiknya angka stunting, juga masih adanya masalah nikah muda, atau yang lebih dikenal dengan pernikahan dini. Karena pernikahan dini remaja putri yang usianya kurang 21 tahun akan mengalami kesulitan waktu melahirkan, sehingga akan berpengaruh terhadap stunting.
“Tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), serta memberikan asupan gizi yang baik usai melahirkan,” jelasnya.(mad)