GRESIK (RadarJatim.id) — Usianya masih 13 tahun. Namun, pelukis belia asal Gresik, Jawa Timur ini telah meneguhkan proses kreatifnya dengan menggelar pameran tunggal belasan karyanya di Galeri Merah Putih, kompleks Balai Pemuda Alun-alun Surabaya, Senin-Jumat, 9-13 September 2024.
Dengan tajuk “Isabell Roses: Gen Z Menjelajahi Lawasan”, pembukaan pameran tunggal perupa Gresik binaaan Sanggar DAUN ini dibuka pada Minggu (8/9/2024) pukul 16.00 WIB. Sementara selama pameran, pengunjung bisa menikmati karya Isabell sejak pukul 09.00 hingga 21.00 WIB, gratis.
Pameran ini, menurut kuratornya, Arik S. Wartono, juga sekaligus menandai perayaan 20 tahun Sanggar DAUN (2004 – 2024). Menampilkan 18 karya lukisan media cat air dan akrilik di atas kanvas ukuran terbesar 142×92 Cm, dan terkecil 34×33 Cm, yang sebagian besar dikerjakan dalam teknik realis dan lukisan naif khas anak-anak. Dalam lukisannya, Isabell memotret permainan anak zaman dulu, tradisi lokal Indonesia, khususnya maayarakat Jawa dan Madura, serta dogeng rakyat. Karya-karya yang dipamerkan dikerjakan mulai tahun 2020 hingga yang terbaru tahun 2024.
“Isabell Roses adalah anak Sanggar DAUN yang terbaik dalam teknik realis, hingga kini belum ada yang mengungguli kemampuan teknik realisnya, sejak anak DAUN generasi awal sampai hari ini,” ungkap Arik S. Wartono yang juga pendiri dan pembona Sanggar DAUN.
Ia menjelaskan, karya “Tiga Pembatik”, media cat air di atas kanvas 70×100 Cm, dibuat pada 2021, “Karapan Sapi”, media cat air, akrilik dan pensil di atas kanvas 40×50 Cm, 2023. Sementara “Bersama Kelinci”, media cat air di atas kanvas 40×60 Cm, 2023, “Pembatik #3”, media cat air dan akrilik di atas kanvas,;60×40 Cm, 2022.
Karya yang dipilih menjadi poster pameran yakni “Adang Pawon”, media cat air di atas kanvas, 60×50 Cm, 2022, merupakan bukti skill teknik realis Isabell yang sangat baik. Sedangkan karya terbaru “Dolanan Lawas #13”, media cat air di atas kanvas, 142×92 Cm, 2024 nampak sudah ada upaya Isabell Roses memanfaatkan skill teknik realisnya dengan mengembangkan gagasan yang unik.
Isabell, remaja kelahiran 31 Juli 2011 termasuk Generasi Z atau Gen Z, yakni generasi yang lahir pada tahun 1997–2012. Generasi ini juga dikenal sebagai iGen atau Generasi Internet. Yang unik dari Isabell justru ketertarikannya pada budaya lama (lawasan), mulai dari permainan anak zaman dulu, keseharian masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) tempo dulu, tradisi leluhur Nusantara, seperti aktivitas membatik, menenun, karapan sapi dll, serta cerita rakyat atau dongeng masa kecil anak-anak zaman dulu.
Gejala ini, lanjut Arik, nampaknya menjadi gejala umum ketika remaja dan mereka yang mulai masuk usia dewasa awal yakni para generasi Z yang begitu masif terpapar teknologi canggih terutama dunia digital-internet yang perkembangannya semakin cepat justru membuat mereka penasaran dengan dunia analog yang pernah dialami oleh generasi X atau juga dikenal sebagai Gen Bust.
Rasa penasaran inilah yang membuat Isabell getol mencari informasi tentang budaya tempo dulu atau lawasan, melalui searching internet dan bertanya langsung kepada kedua orang tuanya, serta para generasi lampau yang bisa bercerita detail tentang serunya masa-masa menjalani kehidupan analog tempo dulu.
Isabell juga berusaha menemukan komunitas yang masih memainkan dolanan anak zaman lawas, dengan segala modifikasinya. Ia juga mendatangi dan bergaul dengan para pelaku tradisi yang tentu mereka saat ini sudah berusia lanjut. Hasil pemahaman ini kemudian diangkatnya sebagai tema sentral dalam karya-karyanya.
Saat ini usia Isabell Roses masih 13 tahun, dengan keunggulan skill yang dia miliki dan kemauan keras untuk terus belajar, serta mengembangkan kemampuan teknis, ide-gagasannya, serta wawasan berkeseniannya, berpadu dengan penguasaan teknologi khas Gen Z, tentu kelak akan lahir karya-karya hybrids yang mungkin, bahkan tak terbayang oleh generasi kita sekarang.
“Setidaknya, saat ini kita masih meyakini, bahwa ajang pameran seni, terutama pameran tunggal, merupakan salah satu fase penting yang mesti dijalani oleh para seniman atau minimal mereka yang berjuang agar namanya dicatat oleh publik seni sebagai seniman. Meski dalam beberapa dekade ke depan sangat mungkin ada platform lain yang diyakini lebih efektif untuk mengembangkan eksistensi karya-karyanya dalam dunia yang semakin cepat update teknologi. (sto)