SURABAYA (Radarjatim.id) – Terdapat kesenjangan yang tinggi antara banyaknya lapangan pekerjaan bidang jasa konstruksi dibandingkan dengan terbatasnya tenaga kerja konstruksi di Indonesia. Tenaga kerja konstruksi (TKK) yang dimaksud adalah tenaga kerja terampil yang telah bersertifikat maupun tenaga ahli bersertifikat, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh regulasi untuk dapat menggarap proyek yang bersangkutan.
Ini masalah serius di saat Indonesia tengah aktif membangun banyak infrastruktur, serta mulai menggarap proyek ibukota negara (IKN) baru di Kalimantan. Total anggaran pembangunan bidang infrastruktur di Kementerian PUPR saja mencapai Rp. 110,359 triliun. Jumlah TKK yang dibutuhkan diperkirakan sebanyak 717.333 orang. Padahal jumlah seluruh TKK bersertifikat secara nasional baru sebanyak 475.549 orang. Berarti ada kekurangan sebanyak 241.748 orang atau setara dengan 33,7%. Kiranya perlu ada kebijakan yang tepat agar gap itu dapat segera terjembatani.
Persoalan kesiapan dan kebutuhan TKK jasa konstruksi nasional tersebut mengemuka di forum seminar dalam acara Rakerprov Ikatan Nasional Tenaga Ahli Indonesia (Intakindo) Jawa Timur, pada Rabu (20/7) siang. Acara yang berlangsung di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya itu menghadirkan narasumber Kepala Balai Jasa Konstruksi Wilayah IV Surabaya, Eddy Irwanto, ST, M.Tech. Sedang Kepala Dinas PRKP & CK Jawa Timur Ir. Baju Trihaksoro, MM, berkenan membuka acara.
Dalam presentasinya Eddy Irwanto membeberkan fakta kesenjangan berdasar data eksisting terbaru unduhan dari dashboard tenaga kerja konstruksi di laman binakonstruksi.pu.go.id per tanggal 19 Juli 2022, untuk naker ruang lingkup nasional maupun Jawa Timur.
Untuk menghitung kebutuhan TKK pada pelaksanaan proyek digunakan perhitungan rata-rata sebagai asumsi dan simulasi prediksi. Dicontohkan, untuk proyek bidang Cipta Karya dan Perumahan yang bernilai Rp. 100 miliar dibutuhkan minimal 10 tenaga ahli (engineer dan manajer). Setiap satu tenaga ahli membutuhkan empat tenaga supervisor (teknisi/analis). Setiap satu supervisor membutuhkan 15 tenaga kerja operator. Dengan demikian tercipta formulasi rasio umum 1:4:60.
“Dengan demikian untuk proyek senilai Rp. 100 miliar dibutuhkan tenaga kerja rata-rata sebanyak 650 TKK. Sedang untuk proyek Rp 1 triliun butuh TKK 6.500 orang,” katanya. Dari perhitungan seperti itulah kemudian muncul kekurangan TKK bersertifikat secara nasional sebesar 241.748 orang atau sebesar 33,7% dari kebutuhan.
Selanjutnya Eddy menyampaikan proyeksi kebutuhan TKK untuk proyek IKN. Anggaran pembangunan IKN tahun 2022-2024 Kementerian PUPR (bidang Sumber Data Air, Bina Marga, Cipta Karya, dan Perumahan) yang dikutip dari paparan Satgas IKN 22 April 2022, tercatat sebesar Rp. 43,731 triliun. Jumlah TKK yang dibutuhkan sebanyak 259.827 orang. Ini angka yang besar.
“Sedangkan di seluruh Kalimantan saja hanya memiliki TKK sebanyak 47.246 orang. Jawa Timur punya 30.621 TKK. Maka tentu nanti dibutuhkan pasokan TKK dari provinsi dan kabupaten lainnya,” katanya.
Eddy buru-buru menambahkan bahwa nantinya ada langkah keberpihakan atau kebijakan afirmasi untuk tenaga kerja warga lokal di IKN. Ada semacam kelonggaran mengenai persyaratan naker bersertifikat, agar tidak sampai menimbulkan gejolak sosial di sana. “IKN akan melibatkan partisipasi aktif dan menyerap tenaga kerja dan badan usaha lokal,” katanya. (rio)