GRESIK (RadarJatim.id) – Sosiolog yang juga pemerhati kebijakan publik Hamim Farhan memiliki perspektif tersendiri dalam mengapresiasi kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik hingga akhir tahun 2022 ini. Menurut dia, untuk mengoptimalkan kinerja, Pemkab Gresik perlu menggenjot kompetensi para pimpinan dan pelaksana organisasi perangkat daerah (OPD) untuk bisa menerjemahkan misi dan obsesi bupati/wakil bupati yang diwujudkan dalam desain program kerja yang implementatif
“Ini penting dan mendesak dilakukan agar tidak terjadi polarisasi dalam tata kelola pemerintahan. Sudah barang tentu, dalam menyampaikan rekomendasi atau disposisi yang hendak dilakukan oleh OPD, hendaknya yang membumi dan aplikatif, tidak di awang-awang,” ujar Hamim yang akademisi di beberapa kampus itu saat ditemui di rumahnya, Jumat (30/12/2022).
Apa yang diungkapkan Hamim itu dalam konteks mengevaluasi kinerja Pemkab Gresik di bawah kepemimpinan Bupati Fandi Akhmad Yani (Gus Yani) dan Wakil Bupati Aminatun Habibah (Bu Min) di penghujung 2022 dan harapan ketika memasuki 2023.
Dikatakan, untuk mengevaluasi dan memberikan penilaian terhadap kinerja Pemkab Gresik hingga akhir tahun 2022, belumlah layak dalam konteks final. Hal itu karena pemerintahan Gus Yani-Bu Min belum genap 2 tahun berjalan, terhitung sejak pelantikan dan serah terima jabatan pada 6 Maret 2021, sehingga indikator dan variabel masih memungkinkan terus bergerak atau berubah. Karena itu, ia masih menaruh harapan adanya optimalisasi kinerja dalam waktu pemerintahan yang tersisa.
“Apalagi, dampak pandemi Covid-19 juga masih terasa ketika memasuki tahun kedua pemerintahannya. Namun demikian, bupati dan wakil bupati tidak bisa kemudian berlindung di balik dampak pandemi, sehingga jadi alasan pembenar untuk tidak memaksimalkan kinerja,” ungkap kolektor barang antik ini.
Ia menambahkan, perlunya program-program yang dilahirkan dari masing-masing OPD mengedepankan sinergitas antar dan inter-OPD. Itu perlu agar dalam praktiknya tidak terjadi tumpang-tindih. Selain itu, tiap OPD perlu memiliki spirit melakukan terobosan program unggulan baru, tidak sekadar copy paste dari program sebelumnya.
“Biar tidak mengulang-ulang itu-itu saja tiap tahun, tiap periode kepemimpinan. Apalagi saat ini mengusung slogan perubahan atau Gresik Baru,” ujarnya.
Menurut dia, untuk bisa memuaskan semua pihak bukanlah hal gampang, bahkan kecil sekali kemungkinannya untuk bisa diwujudkan. Tetapi, karena tema besar yang diusung saat kampanye adalah perubahan lewat jargon “Gresik Baru”, maka ini memicu publik untuk menagih komitmen tersebut. Maka, lanjutnya, yang perlu dilakukan adalah membuktikan di tataran praksis dalam wujud pembangunan yang memiliki dampak langsung pada masyarakat luas.
Disinggung terkait Universal Health Coverage (UHC) sebagai salah satu program yang diunggulkan dan diklaim berhasil, Hamim menilai, sebagai barang baru itu sah-sah saja sebagai ikhtiar layanan kesehatan kepada masyarakat. Namun, hal itu perlu komunikasi yang bijak dalam praktik di lapangan. Pasalnya, dalam konsep UHC yang digariskan Badan Kesehatan Dunia (WHO), cakupannya ada 16 item.
“Kalau UHC versi Pemkab Gresik ini, mungkin lebih pas dikatakan sebagai salah satu layanan kesehatan kepada masyarakat yang bisa dilakukan dengan cara yang mudah, karena cukup menunjukkan KTP Gresik kepada petugas. Untuk starting point, ini cukup bagus,” tandasnya, seraya menambahkan, saat ini Pemkab masih punya kesempatan dan peluang berbenah untuk masa depan Gresik yang lebih baik dan manfaat riil bisa dirasakan oleh masyarakat. (sto)