GRESIK (RadarJatim.id) — Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik akhirnya menetapkan tiga pejabat Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur sebagai tersangka dan resmi menahan mereka di Rutan Banjarsari, Cerme, sejak Kamis (26/9/2024). Penahanan ketiga tersangka itu terkait dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Smelting.
Ketiga tersangka yang kini mendekam di rumah tahanan (Rutan) Banjarsari itu, yakni Kepala Desa Roomo, Tawqa Zainudin; Sekretaris Desa Rudi Hermansyah; dan Ketua BPD Nur Hasyim. Modus yang mereka lakukan berupa penyalahgunaan dana untuk pembelian beras dari dana CSR PT Smelting, karena beras yang dibagikan kepada warga Desa Roomo dinilai tak layak konsumsi.
Kejari Gresik menahan mereka untuk mempercepat proses hukum dalam kasus yang merugikan masyarakat tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gresik, Nana Riana, kepada awak media menjelaskan, bahwa kasus penyalahgunaan dana CSR ini menjadi prioritas penanganan Kejari yang dipimpinnya, karena menyangkut kebutuhan pokok masyarakat.
“Penyalahgunaan dana yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat, seperti beras, sangat memprihatinkan. Kami memberikan atensi khusus dan melakukan pemeriksaan dengan cepat agar masyarakat tidak semakin dirugikan,” ungkap Nana.
Dikatakan, penyidik Kejari Gresik telah memeriksa 107 saksi terkait dugaan penyimpangan pengelolaan dana CSR PT Smelting yang dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Roomo tahun 2023-2024. Dari hasil penyelidikan, Pemdes Roomo menerima dana CSR senilai Rp 1 miliar dari PT Smelting setiap tahunnya. Sebagian dana tersebut, sekitar Rp 325 juta, digunakan untuk membeli beras yang kemudian dibagikan dalam dua tahap kepada warga desa.
Namun, beras yang dibagikan kepada warga ternyata tidak layak konsumsi. Pada tahap pertama, sebanyak 11 ton beras dibagikan kepada 1.150 keluarga dengan alokasi anggaran sebesar Rp 150,65 juta. Beras yang diberikan berkualitas buruk, berbau apek, dan tidak layak dikonsumsi.
“Dalam musyawarah desa, telah disepakati, bahwa harga beras per kilogram adalah Rp 14 ribu. Namun, kenyataannya beras dibeli dengan harga jauh di bawah itu, sehingga yang dibagikan kepada warga kualitasnya sangat buruk,” jelas Nana Riana.
Ia menambahkan, dua alat bukti kuat telah dikantongi penyidik sehingga cukup untuk menetapkan Tawqa Zainudin, Rudi Hermansyah, dan Nur Hasyim sebagai tersangka utama dalam kasus dugaan mark up pembelian beras ini.
Sementara itu, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Gresik, Alifin N. Wanda, menjelaskan, selain pejabat desa, pihak perusahaan PT Smelting juga telah diperiksa. Namun, dari hasil pemeriksaan, pihak perusahaan tidak terlibat langsung dalam penyalahgunaan dana CSR tersebut.
“Perusahaan PT Smelting telah menjalankan kewajiban CSR-nya dengan baik. Mereka bahkan telah kami sarankan untuk menyalurkan bantuan CSR dalam bentuk barang agar kejadian seperti ini tidak terulang,” jelas Alifin.
Terkait kerugian negara, Alifin mengungkapkan, auditor menyepakati adanya total kerugian akibat beras yang dibagikan tidak layak konsumsi. Selain itu, pengadaan beras ini dilakukan di luar Gresik, sehingga turut memperburuk kondisi ekonomi lokal.
“Kami turut prihatin karena beras yang dibeli bukan dari Gresik, tetapi dari luar daerah, yang seharusnya bisa membantu perekonomian petani lokal,” pungkasnya.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah ratusan warga Desa Roomo melakukan aksi protes di balai desa. Mereka menuntut pertanggungjawaban Pemdes atas bantuan beras yang dinilai tidak layak konsumsi. Bantuan CSR dari PT Smelting senilai Rp 1 miliar setahun ini dikelola oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Pemdes Roomo. (har/sto)