SIDOARJO (RadarJatim.id) – Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli Kepolisian Resor Kota (Polresta) Sidoarjo terhadap SY mantan Kepala Desa (Kades) diwilayah Kecamatan Buduran dan 2 orang Kades aktif di Kecamatan Tulangan terus menjadi perhatian masyarakat.
Sebagaimana yang telah beritakan RadarJatim.id bahwa SY dan 2 orang Kades terjaring OTT Tim Saber Pungli Polresta Sidoarjo dalam kasus dugaan suap-menyuap penjaringan perangkat desa di wilayah Kecamatan Tulangan.
Namun, hingga kini belum ada realese dari Polresta Sidoarjo terkait OTT tersebut. Mungkin Polresta Sidoarjo sedang melakukan pengembangan terkait kasus suap menyuap penjaringan perangkat desa.
Sebab di Kecamatan Tulangan ada 10 desa yang sedang melakukan penjaringan perangkat desa secara serentak, dengan kebutuhan total sebanyak 17 orang perangkat desa.
Sebanyak 10 desa di Kecamatan Tulangan yang melakukan penjaringan serta ujian serentak di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Propinsi Jawa Timur (Jatim) itu, yaitu Desa Medalem 1 orang, Sudimoro 2 orang, Kepatihan 2 orang, Kepadangan 2 orang, Kemantren 1 orang, Kepunten 2 orang, Grabagan 1 orang, Kebaron 3 orang, Janti 2 orang dan Kepuh Kemiri 1 orang.
Menanggapi terjadinya kasus dugaan suap-menyuap dalam penjaringan perangkat desa di Kecamatan Tulangan itu, salah satu praktisi hukum dari Sidoarjo, Kholilur Rahman, SH, MH berpendapat bahwa suap-menyuap merupakan salah satu jenis dari tindak pidana korupsi.
Dikatakan oleh Kholilur Rahman bahwa suap-menyuap merupakan tindakan yang dilakukan setiap orang secara aktif memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar urusannya lebih cepat walaupun melanggar prosedur.
“Suap-menyuap terjadi jika terjadi transaksi atau kesepakatan antara kedua belah pihak,” kata Kholilur Rahman, Sabtu (31/05/2025).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ‘Veteran’ Jawa Timur (Jatim) itu menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi suap-menyuap diatur melaui beberapa pasal dalam Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu pasal 5, pasal 6 , pasal 11, pasal 12 huruf a, b, dan c, serta pasal 13.
“Setiap pasal tersebut memiliki karakteristik khusus, baik dari segi objek, pihak yang dapat dijerat sebagai pelaku, hingga sanksi pidana yang diatur di dalamnya,” jelasnya.
Baik pemberi maupun penerima suap dapat disangkakan dengan pasal-pasal diatas, termasuk orang-orang yang turut serta melakukan tindakan pidana tersebut.
“Tentunya calon atau peserta penjaringan perangkat desa dan oknum pegawai di BKD Propinsi Jatim yang terbukti terlibat dalam pemufakatan jahat itu, juga bisa diproses hukum,” tambahnya.
Menurut ahli hukum pidana itu, terkait 8 desa lainnya di Kecamatan Tulangan yang juga mengadakan penjaringan atau ujian perangkat secara serentak itu melakukan praktik-praktik melawan hukum atau tidak? Itu semua tergantung dari para penyidik Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polresta Sidoarjo dalam melakukan pengembangan kasus ini.
Ia merasa yakin bahwa para penyidik dari Satreskrim Polresta Sidoarjo akan bekerja profesional dan mampu menjerat semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap-menyuap penjaringan perangkat desa serentak di Kecamatan Tulangan.
“Semua tergantung penyidik, bisa saja penyidik mengembangkan kasus ini dan tidak berhenti di 3 orang saja. Sebab ada 10 desa yang ikut dalam proses penjaringan perangkat desa diwilayah Kecamatan Tulangan. Ya, semoga saja penyidik bertindak profesional dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya,” terangnya. (mams)