SURABAYA (RadarJatim.id) – Polrestabes Surabaya berhasil mengamankan 253 orang yang diduga menjadi pelaku perusakan dan provokator dalam kericuhan demontrasi menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law di Surabaya. Sebanyak 22 orang telah ditetapkan menjadi tersangka, Jumat (9/10/2020) di Mapolrestabes Surabaya.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Jhonny Edison Isir menjelaskan, 253 orang di antaranya diamankan dari sejumlah titim tersebar, mulai dari massa yang ada di Grahadi, Balai Kota Surabaya, depan Kantor DPRD Surabaya, dan Kantor Gubernur.
“Kami mencatat ada 46 orang dewasa dan kategori anak-anak 207 orang. Anak-anak pelajar yang diamankan ada yang berusia 14 tahun hingga 18 tahun,” ujar Isir.
Isir menambahkan, para pelaku ini berhasil identifikasi dan proses lebih lanjut berdasarkan hasil dokumentasi. Hanya ada 22 tersangka yang telah memenuhi unsur pidana.
“Dari 22 orang, dua dilimpahkan ke Ditreskrimum Polda Jatim. Mereka terdiri dari 5 dewasa dan 17 anak-anak. Untuk proses, polisi tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Perlindungan demi kepentingan anak-anak dilindungi sesuai dengan sistem peradilan pidana anak,” urai mantan ajudan Presiden Jokowi ini.
Sementara itu, akibat kerusuhan yang dilakukan para pelaku mengakibatkan beberapa kerugian materil. Antara lain dua unit kendaraan polisi, ada yang dibakar dan dirusak, dan satu pos polisi di kawasan Jalan Tunjungan depan TP Mall dibakar massa.
Terkait barang bukti yang berhasil disita dari tangan pelaku antara lain tiga buah bom molotov, tas berisi batu, dan tongkat kayu, parang lengkap dengan sarungnya.
“Jika ada yang bertanya massa pengunjuk rasa, ini bukan massa pendemo tapi perusuh. Oleh karena itu, penegakan tegas kami lakukan pelaku melakukan perusakan fasilitas milik umum,” tandas dia.
Selain itu, massa yang diamankan di Mapolrestabes Surabaya berangsur-angsur dipulangkan sebanyak 231 orang.
Dari hasil penyelidikan polisi, awalnya penyampaian pendapat dilakukan di kantor Gubernur, Jalan Pahlawan, berjalan kondusif untuk rekan-rekan buruh dan mahasiswa. Kemudian ada rencana penyampaian di Grahadi dilakukan dan diduga ada yang menyusup.
“Ada beberapa elemen yang berbuat anarkis. Yang kemudian tidak ada proses penyampaian pendapat kemudian kawan-kawan mahasiswa membatasi diri,” ungkap Isir.
Mantan Kapolrestabes Medan ini menambahkan, upaya-upaya untuk melakukan pengerusakan sudah nyata di depan mata. Sehingga kemudian polisi melakukan pendalaman dan pembubaran serta percerai-beraian yang berlangsung pukul 18.30 hingga pukul 19.00.
Dalam pengamanan unjuk rasa terdapat anak-anak sekolah, baik SMP maupun SMA. Setelah didalami subtansi dari penyampaian pendapat tidak diketahui.
Isir mengimbau bagi orang tua yang anaknya diproses tidak risau. Pasalnya, polisi mengedepankan proses diversi.
“Kami harap Orang tua supaya putra-putranya dididik, dibekali, diberitahu untuk sama-sama menjaga situasi di Jatim umumnya, khususnya di Surabaya. Apalagi Surabaya sekarang masih dalam situasi pendemi covid 19,” pungkas Isir. (Phaksy/Red)